Friday, 26 April 2024
HomeBeritaGuru Besar UGM Gugat Menantu Karena Boks Bayi, Baca Ceritanya

Guru Besar UGM Gugat Menantu Karena Boks Bayi, Baca Ceritanya

BOGOR DAILY– Sidang gugatan seorang Guru Besar Universitas Gadjah Mada () Prof Bambang Rusdiarso terhadap menantunya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Kasus tersebut berbuntut hingga pengadilan karena masalah boks bayi, kasur dan AC,

Dalam sidang yang di gelqar di PN Sleman di Jl KRT Pringgodiningrat, Beran Sleman, Bambang menyampaikan keterangannya di depan majelis hakim soal status barang-barang yang dibawa pergi terdakwa yakni Nyayu Putri Tanjung Sari (33) dari rumahnya. Barang-barang tersebut terdiri dari kasur, boks bayi dan AC.

“(Saya) Tidak pernah menyerahkan (barang-barang itu ke Nyayu). Itu hanya fasilitas, saya tidak mau membeda-bedakan anak dan menantu,” kata Bambang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Senin (12/6/2017).

Nyayu saat ini telah resmi bercerai dengan anak Bambang, Galih.

Selama hamil dan setelah melahirkan, Nyayu tinggal di rumah Bambang, mertuanya. Sedangkan suaminya saat itu, Galih, bekerja dan tinggal di Bojonegoro, Jawa Timur.

Pada bulan Maret 2016, Nyayu memutuskan pindah dari rumah mertuanya dan membawa tiga benda tersebut dari kamar yang selama ini dia tinggali.

“(Nyayu) Tidak ada izin (kepada saya untuk mengambil barang-barang itu dari rumahnya). Di rumah saat itu hanya ada pembantu saja,” kata Bambang.

Bambang mengetahui barang-barang itu diambil Nyayu dari pembantunya.

Dia kembali menegaskan dirinya tidak pernah menyerahkan barang-barang itu kepada Nyayu. Menurutnya, fasilitas yang diberikan kepada cucunya tetap miliknya dan nantinya bisa saja digunakan cucunya yang lain.

“Itu fasilitas, kepada anak saya, juga saya belikan mobil. Tapi dia tidak berhak menjualnya,” kata Bambang.

“(Kasur, boks bayi dan AC) Itu fasilitas untuk cucu saya karena dia tidur di sana,” tuturnya.

Bambang mengaku kerugian materiil yang dideritanya sekitar Rp 8,5 juta. Namun menurutnya, rasa malu dan tidak dihormati sebagai orang tua lebih mahal harganya.

“Karena menurut saya sudah keterlaluan. Tidak menghargai dan mempermalukan saya, keluar dari rumah tidak pamit, bawa AC yang nyopot-nyopot adalah orang asing. Rasa malu dan tidak dihormati itu jauh lebih mahal,” urainya.

Usai persidangan, Bambang tidak mau memberikan keterangan kepada wartawan. “Sudah, tidak usah. Tanya ke hakimnya saja,” ujar Bambang sambil meninggalkan gedung PN Sleman.

Sedangkan di kesempatan yang sama, Nyayu sempat berbincang singkat dengan wartawan. Dia membantah jika boks bayi hanya merupakan fasilitas dari mertua.

Dia bercerita, saat masih hamil, Nyayu pernah meminta kado boks bayi pada Bambang. Permintaan itu kemudian dikabulkan Bambang. “Saat itu suasana hati pak Bambang sedang bagus, saya tanya ‘Pak mau kasih kado apa?'. Lalu Bapak tanya, saya inginnya apa. Lalu saya minta boks bayi,” kata Nyayu.

Saat suaminya pulang dari Bojonegoro, tutur Nyayu, mereka pergi ke toko perlengkapan bayi bersama-sama. Nyayu saat itu juga diminta memilih boks mana yang ingin dibeli. “Saya, Pak Bambang, Pak Galih, dan Ibu, berempat yang berangkat beli boks. Saya yang disuruh pilih,” imbuhnya.

Nyayu juga mengatakan bahwa barang-barang itu sebetulnya akan dibawanya menyusul Galih ke Bojonegoro karena tak betah tinggal dengan mertuanya. Namun urung, dia tak jadi ke Bojonegoro karena dilarang oleh Galih.

Sidang selanjutnya akan kembali digelar Senin (19/6) pekan depan, masih dengan agenda keterangan saksi korban.