Friday, 29 March 2024
HomeKota BogorBahaya! 100.000 Lahan di Bogor Rawan Dicaplok

Bahaya! 100.000 Lahan di Bogor Rawan Dicaplok

BOGOR DAILY- Ada sebuah kemirisan dalam tata kelola tanah di Kota Hujan. Belum semua tanah disertifikat. Dari 250 ribu bidang tanah, baru 150 ribu yang sudah bersertifikat. Artinya masih ada 100 ribu bidang tanah belum bersetifikat sehingga rawan dicaplok.

Kepala (BPN) Kota Bogor, Ery Juliani Pasoreh, menargetkan tahun 2020 seluruh bidang tanah di Kota Hujan harus sudah bersertifikat. Rencananya tahun depan seluruh tanah di tiga kecamatan akan disertifikat. Selanjutnya di tahun 2019 pun, di tiga kecamatan.

Capaian sertifikat tahun ini baru 150 ribu, tahun depan coba untuk bertahap tetapi kalau misalnya diperintahkan satu kota, kita akan coba satu kota, itu baru rencana. Sebab, semuanya tergantung dari anggaran yang dipersiapkan oleh pemerintah pusat,” kata Ery.

Selain anggaran, kata Erry, kendalanya sertifikatkan tanah juga adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Sebab jika ada 100 ribu bidang tanah berarti juga harus diimbangi dengan jumlah juru ukur.

Mengatasi itu, pihaknya akan bekerjasama dengan surveyor berlisensi, sedangkan untuk tenaga pengumpul data yuridis, akan dibentuk kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan di seluruh kelurahan. “Uji coba pertama di Bogor Selatan. Kami sedang menunggu wali kota untuk melantik,” ucap dia.

Dengan adanya pelayanan ini, masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum terhadap tanah miliknya. Apalagi untuk memperoleh sertifikat tanah sudah lebih mudah dengan adanya Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). Jika yang biasanya butuh dua bulan, sekarang menjadi dua minggu.

Untuk biayanya dibayar pemerintah daerah. Itu berdasarkan surat keputusan bersama, Menteri Agraria, Menteri Desa dan Menteri Dalam Negeri agar pemkot atau pemda yang membiayai. Kalau untuk Jawa Barat sudah diatur Rp150 ribu per bidang untuk biaya di kantor kelurahan,” bebernya.

Namun, jika pemkot atau pemda tidak memiliki biaya, diperbolehkan menyusun pengaturan hukum dalam bentuk peraturan walikota (Perwali), untuk boleh memungut, supaya tidak menjadi objek lainnya.

“Salah satu lagi perbedaan prona dan PTSL, kalau dulu prona hanya untuk warga berpenghasilan rendah, kalau sekarang satu wilayah harus semua disertifikatkan, apapun profesinya,” tandasnya.