Friday, 29 March 2024
HomeKabupaten BogorKorban Imunisasi Rubella Bertambah di Daerah Ini

Korban Imunisasi Rubella Bertambah di Daerah Ini

BOGOR DAILY– Di tengah kontroversi pemberian suntik vaksin Measles Rubella (MR), kini tengah ramai kasus anak-anak yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit usai menjalani imunisasi serentak tersebut. Sebagian ada yang dirawat hingga menghembuskan nafas terakhir. Seperti yang dialami siswi SD di Bogor, Ghina Nazifha Yasmin (11).

Meski telah dinyatakan aman, nyatanya korban terus bertambah. Ini terjadi di sejumlah daerah. Mulai dari Bogor, Demak hingga Blitar. Ghina, warga Kampung Leuwinutug, RT 01/06, Desa Leuwinutug, Kecamatan Citeureup meninggal dunia usai menjalani suntik vaksin rubella secara kolektif di SD Negeri Sentul 1.
Dua minggu kurang setelahnya, Rabu (16/8) korban mengalami penyakit diare dan panas tinggi. “Disitu paginya Gina sempat sekolah, tapi kakinya diseret-seret,”kata Fitria.

Sesampainya di rumah, sambung dia, putri kedua dari pasangan Iwa Kartiwa (46) dan Mimik Dahlia (40) ini mengeluh tangan dan kakinya keram. Sehingga, orang tua korban memijati buah hatinya ini. Namun, pada Kamis (17/8) tiba-tiba ponakannya ini berteriak-teriak bahwa kedua kakinya tidak bisa digerakan, begitu juga dengan tangannya yang terasa pegal serta tenggorokan sakit. “Hari itu juga kita (keluarga) coba rujuk Gina ke RS, tapi RS yang memiliki peralatan saraf menganjurkan agar Jumat saja datangnya karena dokternya ada hari (Jumat) itu,” ucapnya.

Akan tetapi, lanjutnya, karena keadaan ponakannya ini semakin tidak karuan, pihak keluarga akhirnya membawa Ghina ke dokter spesialis saraf, yakni RS Sentramedika. Sesampainya di IGD, tiba-tiba anak ketiga dari tiga bersaudaran ini hilang kesadaran hingga akhirnya meninggal dunia pada Minggu (20/8). “Jadi di RS itu Gina bisa dibilang koma, tapi masih respon kelihatan dari air mata dan masih bisa ngangguk-ngangguk. Tapi, pas Minggu sore dokter mengatakan Gina sudah meninggal dunia,” imbuhnya.

Setelah itu, Fitria meneruskan, keluarga coba mencaritahu diagnosa penyakit yang merenggut ponakannya ini terhadap tim medis. Dokter yang menangani mengatakan Gina terkan virus, otak terkena bakteri serta paru-paru bolong atau TBC. “Tapi kita disitu binggung. Soalnya kata dokter sakit flek yang dideritanya sejak kecil itu sudah sembuh, tapi ini kenapa ada lagi. Berarti ada yang tidak beres dari imunisasi ini,” tutur dia.

Ia juga menyangkan tidak adanya pemberitahuan dari pihak sekolah pada orang tua murid soal pemberian vaksi tersebut. “Harusnya sebelum dikasih vaksin ada pemberitahuan. Dan dicek kesehatan anak. Tidak asal suntik,”tutur dia. Rupanya bukan cuma almarhumah Ghina yang mengalami kejadian itu. Salah satu orang tua murid Sudraji (nama samaran.red) juga mengeluhkan hal sama. Hanya saja, ia lebih beruntung karena putrinya segera tertangani.

“Memang agak ngeri juga dengan vaksin itu. Karena, anak saya setelah disuntik, justru demam tinggi dan muntah-muntah. Untung langsung dibawa ke RS. Saya tidak habis pikir kalau mereka yang tidak mampu bisa kelewat kayak dia (Ghina,red) kata dia.

Ia juga mempertanyakan Standar operasional Procedure (SOP) dalam pemberian vaksin secara massal. Seharusnya, sebelum itu dilakukan petugas melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan anak.“Harusnya jangan main suntik dong, dilihat dulu kondisinya bagaimana. Jangan-jangan kontradiktif antara vaksin dna penyakit. Kalau memang sudah tahu ada gejala yangmuncul, seharusnya pemerintah juga sediakan dana pendamping untuk mereka. Khususnya yang tidak mampu,”tutur dia.

Hal ini diamini Ahli neurologi anak RSCM, Irawan Magunatmadja. Menurutnya, sebelum melakukan suntikan imunisasi, tim tenaga medis harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Sehingga bukan asal suntik saja, melainkan mempertimbangkan kondisi kesehatan anak.

“Imunisasi adalah tindakan medis. Pada saat anak diberikan imunisasi adalah pelayanan individu. Dalam ranah pelayanan medis sebelum melakukan sesuatu harus ada pengamatan secara umum,” kata Irawan.

Bahkan ia merekomendasikan agar anak yang kondisinya tidak sehat agar ditunda pemberian vaksinnya.”Jika anak memang sakit waktu imunisasi bisa ditunda,” kata Irawan pada kesempatan sama. Irawan mencontohkan, misalnya anak baru kena cacar air, sebaiknya tunda. Tunggu hingga paling tidak dua minggu pasca-anak sembuh baru.

“Anak sehat artinya dalam satu-dua minggu tidak sakit. Sebaliknya, kalau tidak sehat berarti bisa ditunda,”urainya.
Kejadian anak meninggal ini juga menimpa balita asal Demak, Dimas (4). Warga Dusun Besole Desa RT 1 RW 3 Desa Darungan, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar meninggal pasca diimunisasi MR.

Sebelum meninggal, Dimas mengalami demam tinggi selama tiga hari. Keluarganya lalu membawanya ke RS Aminah di Kota Blitar hingga akhirnya jiwanya tak tertolong. Sementara, di Blitar juga masih ada delapan anak dirawat usai menjalani suntik vaksin. Kebanyakan dari mereka mengalami demam tinggi disertai muntah-muntah.