Friday, 29 March 2024
HomeKabupaten BogorMembangun Desa Sejahtera

Membangun Desa Sejahtera

Oleh: Hj. , SH. MH
(Calon Bupati Bogor 2018)

Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk dibangun sistem aplikasi keuangan desa. Sistem itu digunakan setiap desa untuk melaporkan penggunaan dana desa kepada pemerintah pusat. Dengan sistem tersebut, Jokowi menginginkan laporan keuangan desa dapat dibuat sesederhana mungkin. “Tolong mulai dibangun sebuah sistem aplikasi keuangan desa yang simpel, yang sederhana,” ujarnya saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Internal Pemerintah Tahun 2017 di Istana Negara, beberapa waktu lalu.

Jokowi melihat, laporan penggunaan dana desa masih cukup ruwet. Laporan keuangan terdiri dari berlembar-lembar halaman dan sulit untuk dipahami secara sederhana. “Yang penting itu simpel, sederhana, gampang dicek, gampang dikontrol dan diawasi. Prinsipnya begitu. Saya sudah perintahkan Menteri Keuangan supaya laporan SPJ yang sangat ruwet dengan 44 lembar laporan, serta juknis 98, segera dirubah. Sebab, semua Dinas, semua Kementerian, semua Desa, petugasnya setiap hari lembur hanya untuk ngurusin SPJ dan laporan. Bukan bekerja untuk melayani rakyat. Saya sampaikan saya ga mau seperti ini. Dan sekarang sudah dirubah dari 44, cukup menjadi 2 lembar saja,” beber Jokowi.

Besaran Dana Desa (DD) 2017 yang diterima oleh desa-desa di Indonesia memang meningkat. Pada tahun 2016 lalu, Pemerintah Pusat mengalokasikan DD dari APBN sebesar Rp 46,7 triliun untuk sebanyak 74.000 desa se-Indonesia. Tahun 2017 atau tahun ketiga implementasi UU Desa, besarannya meningkat menjadi Rp 60 triliun.

Bila dirata-rata penerimaan desa meningkat Rp200 juta. Dari Rp600 juta per desa pada 2016, menjadi Rp 800 juta per desa pada 2017. Kabupaten Bogor sendiri di 2017 menerima sekitar Rp317 miliar untuk 416 desa. Penerimaan dana ini meningkat sekitar Rp79 miliar, dari total Rp292 miliar pada 2016.

Anggaran DD ini menjadi salah satu pendapatan desa dari kelompok transfer. Selain DD, masih ada pos dana transfer lain, yakni Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarannya rata-rata Rp 300 juta per desa.

Transfer DD dan ADD dari pemerintah ini menambah besar pos pendapatan desa dalam APBDesa yang rata-rata antara Rp 1-2 miliar. Belum lagi ditambah dengan pos dari pendapatan asli desa (PAdes) dan pendapatan bagi hasil pajak-retribusi daerah untuk desa yang terus meningkat.

Bila pengelolaan BUMDesa berhasil, maka besaran pos bagi hasil dari profit BUM Desa akan menambah kuat lagi postur pendapatan dalam APBDesa. Besarnya pendapatan dalam APBDes digunakan untuk penyelenggaraan empat bidang kewenangan pemerintahan desa. Yakni: penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

DESA SEJAHTERA

Membangun desa adalah membangun perubahan dan kemajuan peradaban. Sejak 10 tahun terakhir pemerintah telah mencanangkan sebuah komitmen besar untuk bagaimana memajukan dan mensejahterakan rakyat di desa. Potret buram kemiskinan yang masih nampak pada masyarakat desa harus segera terselesaikan. Citra buruk itulah yang hendak dihapus pemerintah. Maka mulai 2015, pemerintah secara bertahap menjalankan amanat yang tertera pada undang-undang tentang desa. Di dalamnya ada kewajiban pemerintah memberikan Dana Desa.

Dalam Dana Desa sebenarnya adalah belanja pemerintah pusat yang direalokasikan langsung ke desa. Bantuan langsung ini tentu menuntut tanggung jawab moral dan administrasi dari perangkat desa dan masyarakat untuk memakai dana tersebut sebaik-baiknya. Seperti disebutkan sebelumnya, Dana Desa dibelanjakan pada dua hal yakni proyek infrastruktur dasar dan sistem penyediaan administrasi umum pedesaan.

Infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan penyediaan mandi cuci kakus (MCK) yang memadai kerap menjadi kendala kemajuan desa. Keberadaan jalan menjadi prasyarat untuk menyalurkan hasil bumi ke luar desa dan sebaliknya menyalurkan barang dan jasa bagi kebutuhan warga desa.

Sering terjadi hasil bumi yang dihasilkan desa menjadi tak berharga lantaran tak bisa dipasarkan keluar karena terkendala jalanan yang buruk. Untuk sampai kecamatan terdekat saja dibutuhkan waktu berjam-jam. Sementara di musim penghujan, jalan terputus karena jalan menjadi berlumpur atau berubah jadi “sungai kering”. Padahal: sayur, buah, atau barang dagangan lain yang cepat basi butuh waktu yang cepat agar segera dapat menjangkau konsumen.

Tak hanya jalan, jembatan yang sudah tidak layak juga banyak dijumpai di pedesaan. Bagi pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur yang buruk menghambat masyarakat desa menikmati pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi lokasi SMP, SMA, dan perguruan tinggi umumnya berada di kecamatan dan atau kota kabupaten.

Pembangunan perdesaan sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014, memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Caranya adalah dengan mendorong pembangunan desa-desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Upaya mengurangi kesenjangan antara desa dan kota dilakukan dengan mempercepat pembangunan desa-desa mandiri serta membangun keterkaitan ekonomi lokal antara desa dan kota melalui pembangunan “kawasan perdesaan”. Karena itu, paling tidak dalam 5 tahun ke depan, suasana kemajuan di desa-desa bisa benar-benar terwujud. Desa yang indah sekaligus sejahtera. Semoga….(*)