Wednesday, 17 April 2024
HomeKabupaten BogorDifteri Mewabah, Dua Bocah Bogor Tewas

Difteri Mewabah, Dua Bocah Bogor Tewas

BOGOR DAILY- Alarm waspada bagi para orang tua. Wabah sudah masuk dalam status kejadian luar biasa (KLB) di Jawa Barat. Selama Januari hingga 3 desember 2017, Dinkes Jabar mencatat 116 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 13 kasus. Di Bogor, sudah dua pasien positif meninggal dunia.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Agus Fauzi memaparkan, di wilayah Bumi Tegar Beriman, jumlah kasus sampai dengan November 2017 terdapat sembilan kasus. Dua di antaranya meninggal dunia dan satu dalam kondisi membaik dengan diagnosa akhir komplikasi myocarditis.

”Yang meninggal itu anak kecil, karena rentang usia yang rawan terkena adalah dua sampai 18 tahun,” paparnya.

Lantas, apa itu ? Wabah ini adalah infeksi bakteri yang bersumber dari Corynebacterium Diphtheriae. Biasanya penyakit tersebut mempengaruhi selaput lendir dan tenggorokan. Umumnya menyebabkan sakit tenggorokan, demam, kelenjar bengkak, dan lemas. Dalam tahap lanjut, bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal dan sistem saraf. ”Kondisi seperti itu pada akhirnya bisa berakibat sangat fatal dan berujung pada kematian,” terang Agus.

Bakteri tersebut, lanjutnya, bisa menyebar melalui tiga cara yakni: bersin atau batuk, kontaminasi barang pribadi seperti penggunaan gelas yang belum dicuci, dan barang rumah tangga yang biasa dipakai secara bersamaan. Selain itu, seseorang juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi.

”Sebenarnya ini penyakit lama, tapi kembali mewabah akhir-akhir ini di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.

Setelah menemukan kasus Januari lalu, tim Dinkes Kabupaten Bogor melakukan upaya pelacakan dan memberikan obat (profilaksis) untuk kontak erat dengan penderita dan carrier (orang yang mengandung kuman tetapi tidak memiliki gejala klinis ).

”Kemudian merujuk pasien ke rumah sakit serta pemberian Anti Difter Serum (ADS), melakukan kajian status imunisasi di populasi serta mencari kasus carrier dengan menentukan daerah atau pop resiko,” ungkapnya.

Agar terhindar dari penyakit tersebut, salah satu pencegahan adalah dengan vaksinasi . Vaksinasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang merupakan vaksin kombinasi pentabio dan diberikan pada usia kurang dari satu tahun sebanyak tiga kali.

Nantinya, DPT ulang pada usia 18-24 bulan sebagai booster dan ulangan pada usia sekolah kelas satu SD yakni vaksin DT (Difteri Tetanus) dan kelas dua TD (Tetanus Difteri).

”Saya imbau agar para orang tua membawa dan mengizinkan anaknya untuk divaksin secara gratis di posyandu atau puskesmas terdekat, karena sudah terjadwal untuk imunisasi,”kata dia.

Masyarakat harus mengetahui tanda dan gejala difteri. Yaitu meliputi sakit tenggorokan dan suara serak, nyeri saat menelan, pembengkakan kelenjar (kelenjar getah bening membesar) di leher, dan terbentuknya membran tebal abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel.

Selain itu ada kesulitan bernapas atau nafas menjadi cepat, demam dan menggigil. Tanda dan gejala tersebut, kata Agus, biasanya muncul pada dua hingga lima hari setelah seseorang menjadi terinfeksi. Orang yang terinfeksi seringkali tidak merasakan sesuatu atau tidak ada tanda-tanda dan gejala sama sekali.

”Orang yang terinfeksi namun tidak menyadarinya dikenal sebagai carier (pembawa) difteri. Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier,” paparnya.

Lalu tipe kedua, sambungnya, difteri dapat mempengaruhi kulit. Seperti menyebabkan nyeri kemerahan dan bengkak yang khas terkait dengan infeksi kulit lainnya.

Sementara itu pada kasus yang jarang terjadi, infeksi difteri juga mempengaruhi mata. Jika tidak diobati, difteri bisa menyebabkan gangguan pernapasan, kerusakan jantung dan kerusakan saraf.

”Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan difteri dapat bertahan dari komplikasi ini, namun pemulihannya akan berjalan lama,” tuturnya.

Terpisah, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor memastikan Kota Hujan bebas dari penyakit difteri. Kepala Dinkes Kota Bogor Rubaeah menjelaskan sampai saat ini dirinya belum menemukan kasus penyakit difteri. ”Semoga sampai ke depan juga nggak ada,” ujarnya.

Nihilnya kasus difteri di Kota Bogor, menurut Rubaeah, bukan tanpa sebab. Sosialisasi dan implementasi penyuntikan imunisasi yang merata serta tersebar membuat difteri tidak terjadi di Kota Hujan.

“Kepatuhan masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan ini. Dengan imunisasi, sedari anak, masyarakat sudah diberi kekebalan tubuh yang baik. Sehingga, ke depannya, difteri tidak ditemukan di Kota Bogor,” ucapnya.

Dijelaskan Rubaeah, untuk menarik minat dan meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap imunisasi, pihaknya melakukan pendekatan yang lebih personal. Tidak sekadar sosialisasi di posyandu, melainkan dari rumah ke rumah.

Selain itu, Rubaeah menuturkan, Kota Bogor yang terbilang kecil semakin memudahkan implementasi imunisasi. “Kami jadi mudah menjangkau masyarakat. Yang penting imunisasi buat anak-anak,” tandas Rubaeah.