Thursday, 25 April 2024
HomeKota BogorWaduh, Pilkada Bogor Buat Taruhan Judi

Waduh, Pilkada Bogor Buat Taruhan Judi

BOGOR DAILY-Pemilihan kepala daerah (pilkada) Bogor rupanya jadi ajang taruhan di sejumlah elemen masyarakat, termasuk para pendukung pasangan calon kepala daerah yang diusung. Seperti di wilayah Bogor Raya, tak sedikit masyarakat sibuk membicarakan sosok calon pemimpin. Bahkan, nama-nama paslon yang direstui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) juga jadi bahan taruhan.

Tahun 2018 bukan cuma jadi hajatnya partai (parpol), tetapi juga momentum bagi bandar judi meraup untung. Hampir di semua elemen masyarakat, nama-nama paslon yang maju di pemilihan bupati () dan pemilihan wali kota (pilwalkot) jadi bahan obrolan.

Bukan cuma mereka yang berdasi, bahkan sekelas tukang ojek dan sopir angkot pun ikut penasaran dengan sosok calon kepala daerah. Baliho-baliho yang kadung dipasang dengan mengklaim diri sebagai calon pemimpin masa depan jadi obrolan hangat. Akankah terpilih atau hanya meramaikan hajat lima tahunan.

Seorang pejudi dari Kota Bogor, Deni (25), mengaku pertaruhan tak hanya terjadi di internet, tetapi juga di warung kopi. Ajang ini akan semakin seru saat mendekati pilkada 2018. “Ini mah iseng saja. Kalau kita mah kan nggak ngerti ya, tahunya jadi saja. Makanya sama yang lain suka dipakai taruhan, siapa kira-kira yang bakal jadi, Bima Arya atau ada yang baru,” kata Deni yang sehari-hari menarik angkot di seputaran BTM.

Penelusuran Metropolitan, pesta demokrasi memang kerap dimanfaatkan jadi ajang taruhan. Dari yang bertaruh kecil-kecilan hingga dalam jumlah rupiah yang besar. Pelakunya beragam, mu­lai dari sopir rental, komu­nitas memancing, pengusaha hingga PNS pun tak luput membicarakan soal calon kepala daerah yang berpeluang menggantikan petahana Bima Arya.

Maklum, beberapa pasangan bakal calon ada pula yang kariernya berangkat dari pegawai pelat merah. Sebut saja Edgar Suratman mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bogor yang memilih jalur independen dengan Sefwelly Ginanjar untuk maju di pilwalkot Bogor. “Saya mah jagoinnya Pak Edgar saja. Yakin bisa jadi kuda hitam di pilwalkot, berani taruhan,” kata PNS yang ditemui di warung kopi sambil istirahat siang.

Salah seorang pejudi Arif (nama samaran) yang sering memanfaatkan momen Pilkada menceritakan kalau dalam taruhan tersebut sistimnya cukup sederhana. Biasanya setiap peserta mengonfirmasi via sms atau telpon dan menyebutkan jagoannya masing-masing lalu memasang uang taruhan secara tunai tanpa melalui rekening.

“Ya pas 2014 mah masih pakai sms. Kalau sekarang mah pakai WA buat pasangin tuh calon,'kata Arif.

Ia mencontohkan, jika dalam perkumpulannya terdapat 10 orang yang memasang taruhan uang rata-rata Rp 10 juta per orang dengan total sekitar Rp 100 juta, lalu si jagoannya dinyatakan menang melalui Quic Qount atau perhitungan cepat maka si pemenang dibayar setengah, lalu setelah ada pernyataan dari KPU Kabupaten Bogor maka sisanya dibayarkan lagi yang 50 persen.

“Waktu itu kami pasang taruhan masing-masing Rp 10 juta aja, tapi kami dengar ada juga teman-teman yang lain, itu mereka pasang di kumpulannya sampai Rp 50 juta dulu itu, tapi enggak tau kalau sekarang ini mereka,” ujarnya

Bukan hanya untuk kalangan berduit saja, sekumpulan anak-anak muda yang masih duduk di bangku kuliah juga melakukan hal sama. Yakni memasang taruhan uang tunai untuk Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bogor. Namun, nilai nominalnya tidak sebesar bapak-bapak berkantong tebal.

“Nggak besar mas cuma Rp500 ribu aja, aturannya kalau menang maka dibagi duitnya, kalau kalah yah gigit jari lah. Kalau beginian (taruhan-red) ya teman-teman sendiri aja,”kata mahasiswa Bogor yang namanya enggan disebutkan.

Ketua KNPI Kota Bogor Bagus Maulan Muhamad tak menapik kalau pesta demokrasi dengan sistem pemilihan langsung tetap memiliki celah sisi negatif. Termasuk menjadikan momentum ini sebagai ajang judi.

“Perjudian dikarenakan efek moralitas masyarakat yang menurun saja, tetapi lebih kepada kurangnya edukasi masyarakat tentang substansi pesta demokrasi,”bebernya.

Ia menambahkan, terjadianya pertarungan dengan cara judi akibat kurang sadarnya masyarakat bahwa gelaran pesta demokrasi adalah bagian dari penentu tingkat kesejahteraan dan kemajuan pembangunan daerah pasca pilwalkot. Namun yang terjadi, output pesta demokrasi yang dirasa tidak efektif, hingga lebih menguntungakan dijadikan perjudian.

“Masyarakat merasa bahwa siapapun yang terpilih tidak membawa efek dan ekses positif bagi masyarakat secara langsung, artinya disini telah terjadi penuruan akan marwah tujuan digelarnya pesta demokrasi,” tukasnya.

Terpisah, Ketua MUI Kabupaten Bogor KH Mukri Aji menuturkan, Kabupaten Bogor bukan menjadi ajang perjudian, tetapi pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin yang baru yang bisa memakmurkan Kabupaten Bogor. Ketika terjadi perjudian, tentunya ada yang di pertaruhkan. Hal ini akan beribas terjadianya pertarungan yang memanas dan bisa memicu terjadi gesekan ataupun rasa sakit.

“Setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai idolanya, namun tidak lantas menjurus ke perjudian karna di agaman saja sudah jelas bahwa judi ini sangat dilarang,”ujarnya.

Ia menambahkan, setelah nantinya diharapkan semuanya calon bisa menerimanya hasilnya dengan lapang dada. Bagi calon yang kalah tidak putus asa dan mengabil hikmah atas gegalannya, pasangan yang menangpun tidak sombong dan merangkung semuanya untuk kemajuan kabupaten Bogor.

MUI juga mengimbau masyarakat, khususnya umat Islam, menjaga situasi tetap aman, damai, dan terbangun suasana kehidupan yang penuh harmoni agar semua proses serentak 2018 bisa terlaksana secara jujur, adil, aman, dan damai.

“Saya meminta umat Islam menggunakan hak pilihnya secara bertanggung jawab dan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang takut hanya kepada Allah dan berjuang sepenuh tenaga mewujudkan bangsa dan negara yang adil dan makmur dalam lindungan Allah SWT,” katanya.