Wednesday, 24 April 2024
HomeKabupaten BogorObat-obat Ini Dilarang Beredar, Nih Daftarnya

Obat-obat Ini Dilarang Beredar, Nih Daftarnya

BOGOR DAILY – Kasus tewasnya penenggak pil ‘gila' di Sulawesi menjadi peringatan. Satuan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (Satnarkoba) Polres Bogor dan Badam Nasional Narkotika Kabupaten (BNNK) Bogor melakukan beberapa lankah pencegahan. Salah satunya turun ke lapangan mencari yang izinnya sudah dicabut Badan Pengawasan Obat dan Makanan ().

Ketujuh jenis obat-obatan yang izin edarnya telah dibatalkan antara lain  jenis Paracetamol Caffein Carisopradol (PCC), Magadon dengan Zat Aktif Nitrazepam, Rohypnol dengan Zat Aktif Flunitrazepam, Calmet 2 mg dengan Zat Aktif Alprazolam 2 mg, Dekstrometorfan, Tramadol produksi PT. Promedrahardjo serta tersebut mengandung Carisoprodol.

Kepala AKP Andri Alam Wijaya mengatakan, pencegahan dengan cara turun ke lapangan sudah dilakukan sejak tiga hari yang lalu. Selain melakukan pengecekan, pihaknya juga menyebarkan selebaran imbauan larangan tujuh jenis   yang sudah dilarang . “Beberapa toko sudah kita tindak (datangi dan berikan solusi). Razia dilakukan bersama BNNK dan Dinkes Bogor,” kata Andri.

Ia berharap, seluruh apotek, toko obat, pedagang serta apoteker tidak lagi mendistribusikan, mengedarkan hingga meracik ketujuh jenis obat-obatan yang sudah dicabut izinnya tersebut. Karena, jika larangan dan pamplet sudah disebar. Namun bila masih ditemukan ada yang dengan sengaja menjual, maka ada sanksi hukumnya. “Saat ini kita berikan sosialisasi dan himbauan terlebih dahulu. Kalau masih membandel kita kenakan sanksi hukum,” harapnya.

Andri menambahkan, memang untuk pendistribusian, pengedaran, penjualan dan peracikan obat-obatan psikotropika Golongan I, II, III dan IV masih bisa dilakukan. Akan tetapi, itu pun wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dinkes dan di bawah pengawasan Balai POM. “Sedangkan penjualan Langsung Kepada Konsumen harus berdasarkan Resep dari Dokter yang berkompeten sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan hukum,” tutupnya.

Sementara itu di Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor mewaspadai peredaran obat keras merek PCC atau Paracetamol-carisoprodol-caffeine. Sebab, PCC merupakan obat keras yang tidak boleh dijual sembarangan atau harus seizin dokter. Namun, obat ini dipasarkan dengan harga murah kepada siswa di Kendari, Sulawesi Tenggara yang menyebabkan 25 remaja dilarikan ke Rumah Sakit, dan satu lainnya tewas.

Menyikapi hal ini, Kepala Seksi Perbekalan Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor Nurhaeda mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan meminum obat. “PCC ini dulunya obat untuk penyakit jantung dan tidak boleh dikonsumsi sembarangan, karena banyak yang menyalahgunakan obat ini izin edarnya ditarik dan tidak boleh dijadikan sebagai obat lagi,” ujar Nurhaeda.

Menurut Nurhaeda, PCC yang ada di Kendari kemungkinan di produksi dan dijual secara ilegal untuk orang-orang yang biasa mengkomsumsi obat-obatan. Tujuannya bisa jadi untuk mendapatkan euforia effect, pleasure effect atau dalam bahasa mereka bisa bikin nge fly. Efek nge fly tersebut terjadi karena obat bekerja di susunan syaraf pusat yang membuat pain killer, membuat rileks dan tidur menjadi nyaman. “Kalau dikomsumsi secara berlebihan serta dicampur dengan obat lain bisa mempengaruhi susunan saraf pusat dan segala sesuatu yang mempengaruhi saraf pusat akan menimbulkan halusinasi,” terangnya.

Terkait peredaran PCC di Kota Bogor, lanjut Nurhaeda, karena itu merupakan barang ilegal keberadaanya tidak bisa terpantau atau terdeteksi, terkecuali jika ada razia dari kepolisian dan ditemukan obat tersebut. Namun, sejauh ini Dinkes Kota Bogor belum mendapatkan laporan kasus dari masyarakat terkait PCC ini. “Kami belum dengar ada laporan kasus ini dari masyarakat atau dari puskesmas ada korban penyalahgunaan PCC,” imbuhnya.

Ia menambahkan, Dinkes bersama Disperindag selalu melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah terkait cara memilih obat dan menjadi konsumen cerdas. Sebelum memilih obat, masyarakat harus terlebih dahulu memperhatikan izin edarnya, membeli di tempat yang resmi, perhatikan tanda lingkaran warna pada obat dan jangan sembarangan menerima obat dari orang asing.

“Sosialisasi dan penyuluhan selalu dilakukan untuk meminimalisir penyalahgunaan obat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan Penanggulangan Penyakit Menular dan Survailens Dinkes Kota Bogor Sari Chandarwati mengatakan, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan laporan korban PCC, karena biasanya yang memakai obat-obatan tersebut dilakukan sembunyi-sembunyi. Melihat kejadian di Kendari yang korbannya didominasi anak remaja, dirinya menyarankan agar kepolisian melakukan razia dan sekolah melakukan pemeriksaan kepada siswanya agar jangan sampai ada korban PCC di Kota Bogor.

“Setiap hari pasti ada saja jenis obat baru yang berbahaya, maka yang terpenting saat ini peningkatan pengawasan dan penguatan kepada anak dari dalam keluarga atau bisa juga dilakukan pengecekan tes urine,” pungkasnya.