BOGORDAILY – Sepenggal jalan di pusat kota Bogor yang kita kenal sebagai Jalan Merdeka ini, dulunya bernama Tjikeumeuh weg.
Dibangun bersamaan waktunya dengan pembangunan kota Bogor (Buitenzorg waktu itu), pada 1745 – 1845, jalan ini termasuk dalam jalan tertua di Indonesia.
Sejak dulu pula, jalan ini memang diperuntukkan sebagai pusat perniagaan.
Sebelum adanya betonisasi seperti sekarang, jalan ini sebenarnya sudah cukup nyaman. Walau sisi kiri dan kanan trotoarnya dipenuhi pedagang kaki lima, masih tersisa ruang untuk pejalan kaki.
Aspalnya pun selalu mulus. Sedikit saja bolong tergerus air hujan, tidak lama kemudian langsung ditambal.
Tapi sejak dibeton tahun 2018, jalan ini justru menjadi terbengkalai. Dikerjakan setengah setengah, lalu ditinggalkan.
Beton setinggi 20 cm, membuat trotoar kanan kirinya dan badan jalan menjadi sama tinggi. Entah mengapa, lubang lubang pembuangan air di sisi jalan , ada beberapa yang juga ikut dibeton. Di beberapa tempat, konblok penutup trotoarnya dibongkar warga, supaya air hujan bisa menemukan jalan ke saluran pembuangan dan tidak masuk ke toko toko.
Tidak adanya beda ketinggian badan jalan dan trotoar juga menyebabkan ketidaknyamanan.
Motor dan mobil bisa leluasa seenaknya parkir sampai menghabiskan area pedestrian.
Pejalan kaki terpaksa melintas di bahu jalan, dan beresiko terserempet mobil atau motor yang melaju kencang.
Pemandangan ini sudah berlangsung lebih dari 2 tahun.
Tidak seperti jalan niaga satunya lagi, yaitu Jalan Surya Kencana yang selalu dipercantik, Jalan Merdeka pantas untuk merasa dianak tirikan. Seandainya bisa bicara, dia akan menangis dan meratap, ” Pak Wali , kapan saya akan didandani.?
(JP)