Bogordaily.net – Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi ditangkap militer Myanmar di ibu kota Naypyidaw. Saat ini San Suu Kyi menjadi tahanan rumah. Militer Myanmar juga menangkap petinggi partai yang menaungi San Suu Kyi. Juru bicara partai berkuasa National League for Democracy (NLD) menilai kudeta militer sedang terjadi.
“Kami dengar mereka ditangkap oleh militer,” ujar jubir NDL, Myo Yunt, seperti dilansir AFP, Senin 1 Februari 2021.
“Dengan situasi yang sekarang tengah terjadi, kita berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta,” ucapnya.
Koneksi internet dilaporkan putus di Naypyidaw. Hingga kini, tidak ada kabar mengenai kondisi Suu Kyi yang ditahan.
Sebelumnya, lebih dari belasan perwakilan asing, termasuk PBB hingga delegasi AS dan Uni Eropa, mendesak Myanmar untuk “mematuhi norma-norma demokrasi”, menyusul ketegangan politik dan kemungkinan ancaman kudeta yang dipimpin oleh militer terhadap pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi.
Sebelumnya juru bicara Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) yang menaungi Suu Kyi dan kini berkuasa di Myanmar, Myo Nyunt, menuturkan bahwa Suu Kyi dan beberapa tokoh senior lainnya ditahan di ibu kota Naypyitaw. Salah satu tokoh senior yang ditahan adalah Presiden Myanmar, Win Myint.
Dituturkan juga oleh Myo Nyunt bahwa beberapa menteri dari negara bagian besar di Myanmar juga ditahan oleh militer. “Militer tampaknya menguasai ibu kota sekarang,” imbuhnya.
Penahanan Suu Kyi dan tokoh-tokoh pemerintahan Myanmar ini terjadi beberapa hari setelah ketegangan meningkat antara pemerintahan sipil dan militer Myanmar yang berpengaruh di negara itu. Reuters melaporkan bahwa militer Myanmar sebelumnya menyebut hasil pemilu November 2020 yang dimenangkan NLD, sarat kecurangan.
Krisis politik terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara militer kuat negara itu dan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, demikian seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu 30 Januari 2021.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi yang berkuasa memenangkan kemenangan telak dalam pemilu November 2020. Namun, militer dan faksi politiknya telah menuntut pihak berwenang menyelidiki tuduhan kecurangan pemungutan suara massal.
Seorang juru bicara untuk militer (Tatmadaw), pada Selasa 26 Januari 2021 menolak untuk mengesampingkan kemungkinan kudeta militer, sementara panglima Min Aung Hlaing pada Rabu 27 Januari 2021 melayangkan gagasan untuk mencabut konstitusi negara.
Komisi pemilu Myanmar, pada Kamis 28 Januari 2021, melabeli pelaksanaan pemilihan November 2020 –yang merupakan pemilihan umum bebas kedua setelah puluhan tahun junta militer– sebagai praktik yang transparan dan adil.
PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, pada Jumat 29 Januari 2021 mendesak militer untuk menghormati hasil pemilu yang diterima secara luas.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak “semua aktor untuk berhenti dari segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi,” dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Kamis.(sumber: detik.com/liputan6.com)