Bogordaily.net – Seorang biarawati Ann Rose Nu Tawng, berlutut di depan polisi di kota Myanmar utara memohon agar berhenti menembak demonstran antikudeta Aung San Suu Kyi.
Dikutip Bogordaily.net dari Reuters, pada Selasa, 9 Maret 2021 namun kepala anak kecil di lokasi demo tak jauh dari sang biarawati malah meledak tak lama setelah dia berlutut bersama beberapa orang polisi.
Dalam sebuah video menunjukkan Suster Ann Rose Nu Tawng dengan jubah putih dan penutup kepala berwarna hitam berlutut.
Tepatnya di sebuah jalan di kota Myitkyina pada hari Senin 8 Maret 2021.
“Saya memohon kepada mereka untuk tidak menyakiti para pengunjuk rasa, tetapi memperlakukan mereka dengan baik seperti anggota keluarga,” katanya kepada Reuters.
Sang biarawati mengatakan kepada pihak militer bahwa mereka dapat membunuhnya namun tidak dengan para demonstran.
“Saya memberi tahu mereka bahwa mereka dapat membunuh saya, saya tidak akan berdiri sampai mereka memberikan janji bahwa mereka tidak akan menindak pengunjuk rasa secara brutal.” Ucapnya.
Tawng, yang mengelola sebuah klinik di kota itu menyebut dia telah menerima jaminan dari para pejabat senior bahwa mereka baru saja membersihkan jalan.
Tawng dan salah satu polisi terlihat menyentuh dahi mereka ke tanah, tetapi tembakan mulai terjadi tidak lama kemudian.
“Kami mendengar suara tembakan keras, dan melihat kepala anak kecil meledak, dan ada sungai darah di jalan,” kata Tawng.
Setidaknya dua pengunjuk rasa tewas dan beberapa lainnya terluka, katanya dan saksi lainnya.
Seorang juru bicara militer dan polisi di Myitkyina tidak menanggapi permintaan komentar.
Tawng mencoba membawa beberapa korban ke klinik sebelum dia dibutakan oleh gas air mata.
“Lantai klinik kami menjadi lautan darah,” katanya. “Kita perlu menghargai hidup. Itu membuatku merasa sangat sedih. ” ucapnya.
Biarawati itu juga berada di antara pengunjuk rasa dan garis polisi akhir bulan lalu, memohon perdamaian, media lokal melaporkan.
Lebih dari 60 orang telah tewas dan lebih dari 1.800 ditahan dalam tindakan keras terhadap protes terhadap kudeta 1 Februari, kata sebuah kelompok advokasi. ***