Bogordaily.net – Aparat kepolisian Myanmar membubarkan demonstrasi di beberapa tempat dengan gas air mata dan tembakan pada Kamis 4 Maret 2021.
Aksi kepolisian Myanmar sehari setelah PBB mengatakan 38 orang telah tewas pada hari paling berdarah sejak kudeta bulan lalu.
Para aktivis nampaknya tidak terpengaruh oleh tindakan keras dari aparat. Mereka mengatakan menolak untuk menerima kudeta militer 1 Februari 2021.
Demonstran bertekad untuk mendesak pembebasan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan November.
Mereka berkata tahu bahwa kapan saja bisa tertembak dan terbunuh karena peluru tajam aparat.
Namun bagi mereka tidak ada artinya hidup di bawah junta.
Polisi pun kemudian melepaskan tembakan dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan protes di Yangon dan pusat kota Monywa.
Termasuk, tembakan di kota Pathein, sebelah barat Yangon dikutip dari Reuters yang merangkum di media lokal Myanmar.
Para pengunjuk rasa berkumpul di tempat lain termasuk di kota kuil bersejarah Bagan.
Di mana ratusan orang berbaris membawa foto Suu Kyi dan spanduk bertuliskan: “Bebaskanpemimpin kami”.
Untuk mengaburkan pandangan polisiyang mengarahkan senjata, pengunjuk rasa di Yangon menggantung seprai serta sarung di garis sebrang jalan.
Mereka pun membuka kawat berduri untuk memperkuat brikade. Pada hari Rabu, polisi dan tentara melepaskan tembakan dengan peluru tajam dengan sedikit peringatandi beberapa kota besar dan kecil.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan di New York bahwa Rabu, 3 Maret 2021 adalah hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari 2021 dengan 38 kematian.
Sehingga total korban menjadi lebih dari 50 ketika militer mencoba memaksakan otoritasnya.***