Friday, 29 March 2024
HomeBeritaJadi Rebutan! Situasi Kekacauan Kudeta Myanmar Memasuki Pertarungan Geopolitik China, Rusia dan...

Jadi Rebutan! Situasi Kekacauan Kudeta Myanmar Memasuki Pertarungan Geopolitik China, Rusia dan Uni Eropa

Bogordaily.net – Pengaruh negara luar hingga organisasi mulai merebutkan intervensinya terhadap kekacauan Myanmar mengarah pada pertarungan geopolitik , Rusia dan Uni Eropa (UE).

Melalui Diplomat Utama Uni Eropa Josep Borrell mengungkap ada kepentingan geopolitik yang sulit untuk mengembalikan demokrasi ke Myanmar.

Sebab, diakuinya, pengaruh Uni Eropa yang mendukung Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum cukup kuat karena faktor kerja sama ekonomi yang lemah dengan Myanmar.

Sementara, dan Rusia memiliki hubungan ekonomi yang lebih kuat dengan Myanmar.

Atas dasar itu, menurutnya, alasan dan Rusia memblokir rencana Dewan Keamanan PBB melakukan embargo senjata di Myanmar tidak mengherankan.

“Tidak mengherankan jika Rusia dan memblokir upaya Dewan Keamanan PBB, misalnya untuk memberlakukan embargo senjata,” kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam sebuah posting blog, dikutip Bogordaily.net dari Reuters, Minggu, 11 April 2021.

Diplomat utama Uni Eropa Josep Borrell mengatakan Rusia dan menghambat tanggapan internasional yang bersatu terhadap militer Myanmar lantaran soal pengaruh ekonomi.

Uni Eropa hanya bisa berpengaruh ketika dapat menawarkan lebih banyak insentif ekonomi untuk mengembalikan demokrasi ke Myanmar.

Josep Borrell menilai militer Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi yang telah berlangsung sejak Senin, 1 Februari 2021 telah masuk sebagai perang geopolitik.

“Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan titik temu. Tapi kita punya kewajiban untuk mencoba,” kata Borrell, yang berbicara atas nama 27 negara anggota Uni Eropa.

Borrell menyampaikan pengaruh ekonomi Uni Eropa di negara itu relatif kecil. Investasi langsung asing UE di Myanmar berjumlah $ 700 juta pada 2019, dibandingkan dengan $ 19 miliar dari .

Karena itu untuk meningkatkan hubungan ekonominya dengan Myanmar agar demokrasi kembali di negara itu diperlukan peningkatan kerj sama ekonomi.

Mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan.

Dia menyebutkan, menurut penghitungan oleh aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 700 demonstran tidak bersenjata, termasuk 46 anak-anak, sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi itu.

Itu termasuk 82 orang tewas di kota Bago, dekat Yangon, pada hari Jumat, yang oleh AAPP disebut sebagai “ladang pembantaian”.

“Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri,” kata Borrell.

Borrell pun mengungkapkan dan Rusia sama-sama memiliki hubungan dengan angkatan bersenjata Myanmar, sebagai pemasok senjata terbesar pertama dan kedua ke negara tersebut.

Sehingga, meski Dewan Keamanan PBB telah menyerukan pembebasan Suu Kyi dan lainnya yang ditahan oleh militer meskipun juga tidak mengutik kudeta belum direspon.

Kini, Uni Eropa sedang menyiapkan sanksi baru bagi individu dan perusahaan milik militer Myanmar. Sebelumnya, pada Maret juga Uni Eropa menyetujui serangkaian sanksi pertama terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta, termasuk panglima militer.

Militer mengatakan melakukan kudeta karena pemilihan pada Bulan November 2020 yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi dicurangi. Komisi pemilihan telah menolak pernyataan tersebut.

Di Myanmar, kelompok protes menyerukan boikot Festival Air Thingyan yang menjadi salah satu perayaan terpenting tahun 2021 atas tewasnya para korban itu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here