Bogordaily.net – Pemerintah kembali memperpanjang masa pelaksanaan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro), yang berlaku mulai tanggal 20 April hingga 3 Mei 2021.
Dalam PPKM Mikro Tahap VI ini wilayah pemberlakuan diperluas, dengan tambahan lima provinsi, yaitu Sumatra Barat, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, dan Kalimantan Barat.
Hal ini dituangkan melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro.
Dan juga Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019, di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang terbit pada tanggal 19 April 2021.
Pada periode sebelumnya, PPKM Mikro telah dilaksanakan di 20 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur.
Kemudian Bali, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Utara, dan Papua.
Menteri Dalam Negeri Indonesia Tito Karnavian, mengatakan dengan tambahan lima provinsi, gubernur di 25 provinsi dapat menetapkan dan menambah prioritas wilayah pembatasan pada masing-masing Kabupaten/Kota nya.
Pastinya sesuai dengan kondisi wilayah dan memperhatikan cakupan perlakukan pembatasan.
“Cakupan pengaturan pemberlakuan pembatasan meliputi provinsi dan Kabupaten atau Kota, yang memenuhi unsur tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional,” ujar Menteri Dalam Negeri Indonesia Tito Karnavian.
Adapun kriteria zonasi pengendalian wilayah baik zona hijau, kuning, oranye, dan merah hingga tingkat Rukun Tetangga (RT) masih sama dengan ketentuan PPKM Mikro periode sebelumnya.
“Tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit (Bed Occupancy Ratio) untuk Intensive Care Unit (ICU) dan ruang isolasi di atas 70 persen, dan positivity rate (proporsi tes positif) di atas 5 persen,” tambahnya.
Kemudian Tito menjelaskan, zona merah ditetapkan jika terdapat lebih dari lima rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT, zona oranye 3-5 rumah, zona kuning 1-2 rumah, sementara zona hijau jika tidak ada kasus konfirmasi positif dalam satu RT.
“PPKM Mikro dilakukan melalui koordinasi antara seluruh unsur yang terlibat, mulai dari Ketua RT RW, Kepala Desa, Lurah, Satuan perlindungan masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Bhabinkamtibmas), Satuan polisi pamong praja (Satpol PP), Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Pos pelayanan terpadu (Posyandu), Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Pemuda, Penyuluh, Pendamping, Tenaga Kesehatan, dan Karang Taruna serta relawan lainnya,” jelasnya.
Selanjutnya terkait mekanisme koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPKM Mikro, Tito menginstruksikan bagi wilayah yang belum membentuk posko tingkat desa, kelurahan, kecamatan agar membentuk posko tersebut.
Sedangkan bagi wilayah yang sudah membentuk posko agar lebih mengoptimalkan peran dan fungsi posko.
“Khusus untuk posko tingkat desa dapat menetapkan atau melakukan perubahan regulasi, dalam bentuk peraturan desa, peraturan kepala desa, dan keputusan kepala desa,” ucapnya.
Selanjutnya disebutkan pada Inmendagri, PPKM Mikro dilakukan bersamaan dengan PPKM Kabupaten, Kota, yang terdiri dari:
1. Membatasi tempat kerja atau perkantoran dengan menerapkan work from home (WFH) sebesar 50 persen, dan work from office (WFO) sebesar 50 persen dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat.
2. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring (online) dan luring (offline) atau tatap muka, untuk perguruan tinggi/akademi dibuka secara bertahap dengan proyek,
Ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) atau peraturan kepala daerah (perkada), dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
3. Untuk sektor esensial seperti kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan.
Lalu sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu.
Kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100 persen, dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
4. Melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan restoran makan ataubminum di tempat sebesar 50 persen, dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar atau dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam operasional restoran, dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
Dan pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan atau mal sampai dengan pukul 21.00, dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
5. Mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen, dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
6. Mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pembatasan kapasitas sebesar 50 persen, dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
7. Kegiatan fasilitas umum diizinkan dibuka, dengan pembatasan kapasitas maksimal 50 persen, yang pengaturannya ditetapkan dengan perda atau perkada.
8. Kegiatan seni, sosial, dan budaya yang dapat menimbulkan kerumunan diizinkan dibuka maksimal 25 persen, dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat.
9. Dilakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum.
Selain pengaturan PPKM Mikro, agar pemerintah daerah hingga ke level mikro untuk mengintensifkan disiplin protokol kesehatan, serta memperkuat 3T (testing, tracing, treatment) serta koordinasi antar daerah.
Di samping itu memperkuat kemampuan tracing, sistem dan manajemen tracing, perbaikan treatment termasuk meningkatkan fasilitas kesehatan (tempat tidur, ruang ICU, maupun tempat isolasi/karantina),
“Harus ada koordinasi antardaerah yang berdekatan melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), untuk redistribusi pasien dan tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangan masing-masing,” ungkapnya.
Pengendalian Penularan Covid-19 di Bulan Ramadan dan Perayaan Idul Fitri, Tito juga menginstruksikan jajaran di daerah, untuk melakukan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya peningkatan penularan Covid-19 selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.***