Bogordaily.net – Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberlakukan embargo senjata kepada militer Myanmar dikabarkan diblokir China dan Rusia karena punya pengaruh ekonomi lebih banyak kepada negara yang sedang kacau akibat kudeta tersebut.
Menurut kabar yang disiarkan Reuters, pada Minggu, 11 April 2021, Diplomat utama Uni Eropa Josep Borrell mengatakan Rusia dan China menghambat tanggapan internasional yang bersatu terhadap kudeta militer Myanmar.
Uni Eropa hanya bisa berpengaruh ketika dapat menawarkan lebih banyak insentif ekonomi untuk mengembalikan demokrasi ke Myanmar.
“Tidak mengherankan jika Rusia dan China memblokir upaya Dewan Keamanan PBB, misalnya untuk memberlakukan embargo senjata,” kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam sebuah posting blog.
Josep Borrell menilai kudeta militer Myanmar terhadap Aung San Suu Kyi yang telah berlangsung sejak Senin, 1 Februari 2021 telah masuk kepada geopolitik.
“Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan titik temu. Tapi kita punya kewajiban untuk mencoba,” kata Borrell, yang berbicara atas nama 27 negara anggota Uni Eropa.
Borrell menyampaikan pengaruh ekonomi Uni Eropa di negara itu relatif kecil. Investasi langsung asing UE di Myanmar berjumlah $ 700 juta pada 2019, dibandingkan dengan $ 19 miliar dari China.
Karena itu untuk meningkatkan hubungan ekonominya dengan Myanmar agar demokrasi kembali di negara itu diperlukan peningkatan kerj sama ekonomi.
Mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan.
Dia menyebutkan, menurut penghitungan oleh aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) pasukan keamanan telah menewaskan lebih dari 700 demonstran tidak bersenjata, termasuk 46 anak-anak, sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi itu.
Itu termasuk 82 orang tewas di kota Bago, dekat Yangon, pada hari Jumat, yang oleh AAPP disebut sebagai “ladang pembantaian”.
“Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri,” kata Borrell.
Borrell pun mengungkapkan China dan Rusia sama-sama memiliki hubungan dengan angkatan bersenjata Myanmar, sebagai pemasok senjata terbesar pertama dan kedua ke negara tersebut.
Sehingga, meski Dewan Keamanan PBB telah menyerukan pembebasan Suu Kyi dan lainnya yang ditahan oleh militer meskipun juga tidak mengutik kudeta belum direspon.
Kini, Uni Eropa sedang menyiapkan sanksi baru bagi individu dan perusahaan milik militer Myanmar. Sebelumnya, pada Maret juga Uni Eropa menyetujui serangkaian sanksi pertama terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta, termasuk panglima militer.
Militer mengatakan melakukan kudeta karena pemilihan Bulan November 2020 yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi dicurangi. Komisi pemilihan telah menolak pernyataan tersebut.
Di Myanmar, kelompok protes menyerukan boikot Festival Air Thingyan yang menjadi salah satu perayaan terpenting tahun 2021 atas tewasnya para korban itu.
“(Dengan) mendekati Thingyan, kami berduka atas hilangnya nyawa yang tidak masuk akal di Bago & di seluruh negara di mana pasukan rezim dilaporkan telah menggunakan senjata perang melawan warga sipil,” kata Kedutaan Besar AS di Yangon di Twitter.
“Rezim memiliki kemampuan untuk menyelesaikan krisis & harus memulai dengan mengakhiri kekerasan & serangan,” tambahnya.***