Bogordaily.net – DR. Rizal Ramli dalam pidatonya mengatakan, di masa lalu tokoh-tokoh pejuang Kemerdekaan Indonesia selalu berupaya untuk senantiasa mendekatkan niat, kata dan tindakan.
Semakin besar perbedaan antara niat, kata dan tindakan merupakan buah dari pragmatisme, oportunisme dan kerakusan materil.
Ahli Ekonomi itu mengatakan hal tersebut saat memperingati 113 Tahun Kebangkitan Nasional yang digelar di Gedung Juang, Jalan Menteng Raya No 31, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28 Mei 2021).
“Padahal kita tahu, dalam suasana pragmatisme, oportunisme dan kerakusan materiel tidak ada tempat untuk idealisme, intelektualisme, empati dan kemanusian. Sehingga Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 hanya akan jadi slogan, pidato-pidato, kata-kata kosong,” kata Rizal Ramli.
Rizal Ramli berdoa agar adu domba soal agama, suku dan kemanusian yang dengan sengaja direkayasa dan digelindingkan, segera berhenti.
“Agar bangsa ini hidup dalam damai, tidak lagi mempersoalkan agama, suku dan budaya. Cukup sudah rekayasa dan adu-domba itu. Sejarah panjang bangsa ini adalah sejarah panjang hidup dalam damai.” Ujarnya penuh harap.
Rizal Ramli mengatakan, Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sebenarnya telah berhasil menjadi jembatan untuk kemerdekaan politik dari penjajahan.
Tapi belum membawa keadilan dan juga kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Saya bermimpi seluruh rakyat Indonesia bisa betul-betul merasakan keadilan, kemakmuran dan bangga menjadi warga dari bangsa yang besar dan jaya di Asia. Saya berdoa agar impian itu menjadi kenyataan,” katanya.
Begawan Ekonomi ini mengingatkan, sejak 1978, dirinya dan kawan-kawan mahasiswa, bersama angkatan-angkatan berikutnya, berjuang dan mengambil resiko untuk melawan sistem otoriter dan KKN.
Berjuang mengubahnya menjadi sistem yang demokratis, transparan dan bebas dari KKN, memang berhasil.
“Tetapi keberhasilan dan kemenangan itu hanya sementara. Anasir-anasir otoriter dan mentalitas korup kembali merebut kekuasaan, yang dengan cepat membalikkan sistem kembali menjadi pseudo-otoritarian. KKN menjadi makin kaya dengan berbagai variannya,” tegasnya.
Bahkan seperti virus yang gagal divaksin, bermutasi menjadi lebih kebal, lebih bebal. Dikarenakan menumbuhkan politik dinasti yang feodal yang saling melindungi.
“Kini kita harus kembali berjuang agar Demokrasi Kriminal ini diubah menjadi Demokrasi yang Bersih dan Amanah. Supaya demokrasi bekerja untuk keadilan dan kemakmuran rakyat. Para pejabat publik produk demokrasi bukan hanya menjadi pesuruh oligarki, elit dan dinasti kekuasaan politik dan Ekonomi,” ucapnya.
Hanya dengan jalan perjuangan mengubah demokrasi menjadi bersih dan amanah maka demokrasi bisa bermanfaat untuk memberikan keadilan, kemakmuran dan kejayaan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Banyak yang bertanya, apakah kita bisa keluar dari krisis multi-dimensi ini? Sudah tentu bisa. Sangat bisa, jika seluruh potensi rakyat Indonesia digerakkan, semua potensi strategis dan sumber alam nasional benar-benar dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Kita akan cepat keluar dari krisis multi-dimensi ini,” tuntasnya.***