Friday, 22 November 2024
HomeBeritaFatwa MUI, NU dan Muhammadiyah Tentang Nikah Beda Agama

Fatwa MUI, NU dan Muhammadiyah Tentang Nikah Beda Agama

Bogordaily.net – Permasalahan untuk perkawinan beda agama atau biasa disebut pernikahan lintas agama, selalu saja menjadi pembahasan hangat.

Pembahasan tersebut tidak hanya oleh masyarakat dalam negeri, tetapi juga merupakan permasalahan di banyak negara.

Di Indonesia, perkawinan beda agama tidak hanya merupakan larangan agama, tetapi  juga telah dilarang oleh undang-undang, namun demikian tidak sedikit umat Islam Indonesia dengan berbagai alasan telah melakukan perkawinan dengan orang yang tidak seagama dengan mereka.

Karena negara tidak memfasilitasi perkawinan yang tidak sesuai dengan aturan undang-undang, maka ada di antara mereka yang pergi ke luar negeri untuk melakukan perkawinan.

Bahkan memanfaatkan jasa lembaga tertentu di Indonesia, yang memang memfasilitasi perkawinan beda agama.

Para ulama di Indonesia memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim, hukumnya haram dan seorang laki-laki muslim diharamkan mengawani wanita bukan muslim.

Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab, atau agama samawi memang terdapat perbedaan pendapat.

Persoalan ini telah mendapat perhatian serius dari para ulama di Tanah Air, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama.

MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.

”Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram,” ungkap Dewan Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.

Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadist sebagai dasar hukum.

”Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu…” (QS: al-Baqarah:221).

Selain itu, MUI juga menggunakan  Alquran surah al-Maidah ayat 5 serta at-Tharim ayat 6 sebagai dalil.

Sedangkan, hadist yang dijadikan dalil adalah Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani:

”Barang siapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa kepada Allah dalam bagian yang lain.”

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama, yang ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989.

Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang, yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.

Sedangkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa, tentang penikahan beda agama.

Secara tegas ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa, seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim.

Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas.

”Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim,” ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

Muhammadiyah pun menyatakan, kawin beda agama juga dilarang dalam agama Nasrani.

Dalam perjanjian alam kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama.

”Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa:  ”Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

”Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai,” papar ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil, tetap tidak sah nikahnya secara Islam.

Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat administratif.

Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat, tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita non-Muslim berdasarkan surat al-Maidah ayat 5.

”Namun, hendaknya pula  dilihat surah Ali Imran ayat 113, sehingga dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana  yang dapat dinikahi laki-laki Muslim,” tutur ulama Muhammadiyah.

Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli kitab dengan pria muslim banyak membawa kemadharatan.

”Maka, pernikahan yang demikian juga dilarang.”

Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria Muslim menikahi wanita non muslim.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here