Bogordaily.net –Â Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani berkomentar mengenai rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang kebutuhan pokok.
Rencana pengenaan pajak itu tertuang dalam konsep revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar di tengah masyarakat.
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap kebutuhan pokok dan juga jasa pelayanan. Termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan.
Hal tersebut tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Barang kebutuhan pokok yang akan dikenakan pajak antara lain, beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Muzani memahami bahwa beban keuangan negara semakin berat di tengah pandemi Covid-19. Penerimaan pajak tidak bisa mencapai target yang ditetapkan. Sehingga mengakibatkan penerimaan negara mengalami defisit.
“Kami sangat mengerti dengan situasi keuangan negara yang sedang berat, apalagi dalam situasi seperti pandemi sekarang ini yang menyebabkan target pajak tidak tercapai, sehingga penerimaan negara defisit,” kata Muzani dalam keterangannya, seperti dikutip dari Antara. Minggu (13 Juni 2021).
Menurut Muzani, sebaiknya pemerintah berpikir ulang untuk mengenakan pajak terhadap barang-barang kebutuhan pokok rakyat.
Termasuk rencana penerapan pajak terhadap jasa pelayanan kesehatan dan pendidikan serta beberapa sembako karena hal itu justru semakin membuat rakyat susah.
Rakyat akan semakin terbebani, kalau jalan keluarnya adalah memajaki barang-barang kebutuhan pokok dan juga kegiatan-kegiatan masyarakat.
“Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujar Muzani.
Muzani menyarankan, pemerintah sebaiknya menerapkan objek pajak baru terhadap kegiatan-kegiatan atau barang-barang yang bukan menjadi prioritas kebutuhan rakyat.
Misalnya, menerapkan objek pajak terhadap aktivitas pertambangan, perkebunan, dan korporasi lainnya.
“Terhadap upaya untuk meringankan beban keuangan negara dan juga meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, Gerindra menyarankan penerapan objek pajak baru itu lebih baik diterapkan kepada barang-barang atau jasa dari hasil aktivitas atau kegiatan pertambangan dan perkebunan, termasuk kegiatan korporasi lainnya,” jelas Muzani.
Muzani juga mengingatkan agar pemerintah harus menutup kemungkinan adanya kebocoran anggaran negara di setiap pembiayaannya serta melakukan evaluasi terhadap setiap pembiayaan kebutuhan negara agar tidak terjadi pemborosan.
“Kemudian, terhadap beban keuangan yang semakin berat, Gerindra menyarankan agar pemerintah memperketat pembiayaan-pembiayaan yang dianggap pemborosan, termasuk menutup kemungkinan kebocoran anggaran, dan memangkas biaya-biaya yang dianggap tidak perlu,” pungkasnya Muzani.***