Sesampainya di halaman RS Hermina, Rokib dan warga akhirnya bertemu dengan keluarga Fahmi. Usup (45), penjual gorengan itu menangis melihat putranya tergeletak membiru dengan berlumur darah. Namun harapan masih ada. Nadi Fahmi masih berdenyut. Nafas masih keluar dari hidung Fahmi.
Namun lagi-lagi pernyataan tidak mengenakkan keluar dari petugas medis. Rumah Sakit yang berlokasi di Jalan Abdullah Bin Nuh, Kota Bogor itu menolak Fahmi. “IGD sudah penuh, Pak,” ujar seorang petugas mencoba menjelaskan kepada Rokib dan warga.
Namun Rokib dan warga tak patah arang. Atas persetujuan orang tua Fahmi, akhirnya Rokib menyewa ambulance berbayar. Nilainya Rp2,2 juta. Rokib dibantu Pak RW Acap, segera menghubungi petugas ambulance berbayar. Selang 30 menit, ambulance pun datang. Rokib, Acap dan orangtua Fahmi segera memindahkan tubuh Fahmi dari dalam angkot.
Mereka berkeliling kembali mencari rumah sakit yang mau memberi pertolongan kepada Fahmi. Semburan darah segar pada kaki kiri Fahmi yang putus terserempet kereta mulai mengering. Wajah Fahmi makin membiru. Namun nadinya masih berdenyut.
Arah ambulance pun menuju RS Polri Jakarta. Satu jam berjalanan, akhirnya mereka tiba di RS Polri. Lagi-lagi IGD penuh. Semua yang mengantar Fahmi makin lusuh mendengar kabar itu.
Mereka pun memutuskan untuk kembali ke Bogor. Menuju RS PMI. Dengan harapan ada keajaiban RS PMI. Namun lagi-lagi penolakan yang didapat. Meskipun dua anggota DPRD Kota Bogor sudah coba membantu menghubungi pihak RS PMI. Kedua anggota DPRD Kota Bogor itu adalah Zaenal Abidin dan Achmad Rifki Alaydrus.
Malam pun menjelang. Ambulance yang membawa korban Fahmi makin tak tentu arah. Semua rumah sakit di kota maupun Kabupaten Bogor disinggahi. Terhitung sudah 15 rumah sakit. Semua tidak menyanggupi. Alasannya sama: IGD penuh!
Akhirnya tepat pukul 02:02 dini hari, Rabu 7 Juli 2021, Fahmi menghembuskan nafas terakhirnya. “lailahaillallah muhammadarrasulullah…,” ucap Usup sambil mengusap wajah anaknya itu.
Usup, Rokib, Acap dan keluarga tak bisa berkata-kata. Wajah mereka murung. Tubuh mereka lunglai. Perjuangan 10 jam tak membuahkan hasil. Fahmi tetap dipanggil sang maha kuasa. “Sabar ya Pak Usup,” ucap Rokib mencoba menenangkan Tukang Gorengan itu. Usup terus meneteskan air mata, seolah tak percaya Fahmi anaknya telah tiada.
Dikunjungi Wakil Wali Kota Bogor
Minggu (11 Juli 2021), sebuah mobil Innova hitam meluncur ke Rumah kontrakan almarhum Fahmi, di Kampung Haji Emud, RT 03/01, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Tak disangka, di dalam mobil itu rupanya Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim. Dia tak sendiri. Dedie didampingi Dirut Perumda PD Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor, Muzakkir dan Lurah Sukadamai Wage Suwarman.
Kedatangan Dedie dan Muzakkir cukup membuat keluarga Fahmi terhibur. “Terima kasih, Pak. Saya atas nama keluarga mengucapkan terima kasih bapak sudah datang,” ucap Usup, menyambut Dedie.
Ada sekitar 30 menit Dedie berbincang dengan keluarga Fahmi. Setelah memberikan bantuan, Dedie pun pamit beranjak.
Di luar rumah kontrakan Fahmi, wartawan bogordaily sudah menunggu Dedie. Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengungkapkan rasa prihatinnya.
“Hari ini saya mengunjungi keluarga almarhum. Sebanyak 15 rumah sakit, baik di Bogor maupun yang di DKI Jakarta tidak bisa menangani kedaruratan almarhum Fahmi. Dan hal ini menjadi catatan buat kita, bagaimana memberikan penanganan kedaruratan untuk warga yang membutuhkan, meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19,” ungkap Dedie.
Dedie melanjutkan, di Kota Bogor ada 440 tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19. Adanya kelangkaan oksigen. Itu ditambah juga dengan hampir kolapsnya fasilitas kesehatan.
“Tetapi saya berharap ke depan. Biar bagaimana pun juga. Fasilitas kesehatan harus memberikan akses penanganan kedaruratan. Terutama untuk kejadian yang dialami seperti almarhum Fahmi,” pintanya.
“Saya memberikan rasa simpati. Duka cita. Bela sungkawa yang dalam. Dan saya mendengarkan langsung hal-hal yang nantinya menjadi bahan bagi saya untuk didiskusikan,” pungkasnya. (*)