Saturday, 27 April 2024
HomeBeritaWaduh, Maskapai Garuda Indonesia Alami Kerugian Rp 35,38 T

Waduh, Maskapai Garuda Indonesia Alami Kerugian Rp 35,38 T

Bogordaily.net plat merah (Persero) Tbk (GIAA) kembali membukukan sepanjang 2020. Berdasarkan laporan keuangan perseroan per 31 Desember 2020, Garuda Indonesia mencatatkan senilai USD 2,44 miliar atau setara dengan Rp 35, pada 2020 (kurs USD 1: Rp 14.500).

Adapun sepanjang 2020, Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan senilai USD 1,49 miliar. Angka tersebut turun 67,3 persen dibandingkan pendapatan pada 2019 yang tercatat sebesar USD 4,57 miliar.

Pendapatan tersebut terdiri dari pos yang berkontribusi sebesar USD 1,2 miliar pada 2020, anjlok dari 2019 yang tercatat sebesar USD 3,77 miliar.

Sementara dari pos tidak berjadwal, Garuda meraup pendapatan sebesar USD 77,4 juta dan pendapatan lain-lain sebesar USD 214,4 juta.

Sayangnya, Garuda juga harus menanggung beban usaha senilai total USD 3,3 miliar. Terdiri dari beban operasional USD 1,65 miliar, beban pemeliharaan USD 800,5 juta, beban bandara USD 184 juta, pelayanan penumpang USD 133,27 juta dan lainnya.

Dengan demikian Garuda Indonesia membukukan rugi bersih USD 2,44 miliar atau setara dengan Rp 35, pada 2020.

Nilai kerugian ini pun membengkak dibandingkan rugi bersih pada 2019 yang tercatat senilai USD 38,94 juta.

Ekuitas Garuda juga tercatat negatif atau defisiensi modal USD 1,94 miliar pada akhir 2020. Padahal pada 2019, Garuda masih membukukan ekuitas positif senilai USD 582,58 juta.

Liabilitas Garuda mencapai USD 12,73 miliar pada 2020, dengan perincian liabilitas jangka panjang USD 8,44 miliar dan jangka pendek USD 4,29 miliar.

Kantor Akuntan Publik Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan yang bertindak sebagai auditor laporan keuangan keuangan Garuda pun memberikan opini tidak menyatakan pendapat.

Auditor menyatakan bahwa mereka tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu basis bagi opini audit.

Berdasarkan catatan auditor, dampak buruk terhadap operasi dan likuiditas Garuda secara langsung berpengaruh pada kemampuan Garuda, dalam memenuhi kewajiban keuangannya kepada pemberi pinjamannya dan vendornya yang signifikan, seperti penyedia bahan bakar, operator bandar udara, dan lessor pesawat.

Ketidakmampuan Garuda untuk memenuhi kewajiban kepada penyedia bahan bakar dan operator bandar udara, dapat mengakibatkan pasokan bahan bakar dan jasa kebandaraan dihentikan oleh vendor.

Selain itu, ketidakmampuan Garuda untuk memenuhi kewajibannya kepada lessor mengakibatkan pelarangan penggunaan (grounding) pesawat sewa Grup Garuda.

Kondisi keuangan tersebut juga menyebabkan Grup Garuda tidak dapat memenuhi persyaratan, dalam berbagai perjanjian pinjamannya pada tanggal 31 Desember 2020, dan dapat mengakibatkan permintaan pelunasan segera atas berbagai pinjaman tersebut.

Semua kondisi ini menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan, tentang kemampuan Garuda Indonesia untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

“Karena signifikansi tersebut kami tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu basis bagi opini audit. Oleh karena itu, kami tidak menyatakan suatu opini atas laporan keuangan konsolidasian (Persero) Tbk dan entitas anaknya tanggal 31 Desember 2020 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut terlampir,” tulis auditor.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here