Bogordaily.net – Local wisdom (kearifan lokal), ajaran agama dan hukum positif. Tiga aspek yang disebut Wali Kota Bogor, Bima Arya sebagai modal besar yang merupakan bagian dari DNA Kota Bogor dalam ikhtiarnya untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM) di segala sendi kehidupan.
“Local wisdom yang dicatat dalam sejarah Kota Bogor yang bertebaran hingga hari ini, di antaranya dahsyatnya yang terjadi Vihara Dhanagun, tradisi di Katedral dan berbagai macam ritual kebiasaan yang memberikan kebanggaan akan tradisi kebersamaan dalam keberagaman,” kata Bima Arya saat memberikan sambutan sekaligus membuka Pelatihan Kabupaten/ Kota HAM Tahun 2021 bersama Imparsial secara virtual di Pendopo VI, Kota Bogor, Rabu 4 Agustus 2021.
Selanjutnya aspek kedua, yakni ajaran agama. Bima Arya menyebutkan, orang-orang Bogor dikenal sebagai orang-orang yang religius, serta Kota Bogor banyak dipenuhi aktivitas lintas agama yang sangat harmonis.
“Ajaran agama itu mendukung pemenuhan hak individu warga Kota Bogor,” tuturnya.
Sedangkan untuk hukum positif, baik dalam skala nasional dan juga di Kota Bogor, semuanya menguatkan hal tersebut.
Namun demikian, menurut Bima Arya, DNA Kota Bogor yang cinta akan keberagaman banyak dibuktikan melalui catatan sejarah, pengamatan empiris dan keseharian. Hal ini membuktikan DNA begitu kuat di Kota Bogor.
“Harus disadari tidak ada yang abadi karena semua berdinamika,” jelasnya.
Di sisi lain dia menegaskan, tidak boleh hanya mengandalkan retorika tentang DNA semata dan tidak bisa hanya mengklaim, apa yang terjadi di masa lalu ketika muncul catatan-catatan yang menimbulkan kontroversi.
“Hari ini kita menghadapi berbagai macam tantangan persoalan, karena kecenderungan dunia saat ini mengarah kepada penguatan power epicentrum pada level lokal. Jika dahulu, pada masa perang dingin atau masa orde baru, negara memiliki kekuatan sentral isu yang menjadi isu nasional,” paparnya.
“Kalau sekarang semua isu adalah lokal, semua politik adalah lokal. Jadi pertarungannya di level lokal. Dan Ini diperparah dengan berbagai tantangan, mulai dari politik identitas baik nasional maupun lokal, tantangan ‘gilanya’ sosial media yang sangat berlebihan atas berbagai isu yang sangat viral,” tambah Bima Arya.
Disamping itu ada disparitas ekonomi dan sosial, kesenjangan yang semakin tinggi dan yang juga menjadi potret keseharian, yang diukur berbagai macam variabel ekonomi.
“Sehingga itu semua menjadi kompleksitas saat ini yang ada di tataran lokal, pada akhirnya tidak bisa menganggap DNA yang dimiliki adalah berkah atau anugerah,” katanya.
Di tengah konteks itulah secara tegas Bima Arya menyampaikan, komitmen yang ada tidak boleh berkurang, melemah apalagi mundur.
Tetap berikhtiar semaksimal mungkin untuk memastikan pemenuhan HAM, di segala sendi kehidupan di Kota Bogor.
Namun demikian harus juga melihat modal yang dimiliki. Sebab, bisa saja berbalik menjadi faktor destruktif jika kultur yang ada tidak dirawat dan dilemahkan.
Tafsiran ajaran agama akan menyempit apalagi jika masuk intervensi politik dan sebagainya.
“Dari peta tersebut harus ada langkah yang sistematis dan terstruktur, pastikan legal preambule harus tetap ada dan kokoh,” tegasnya. Adv