Bogordaily.net – Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) menyesalkan arogansi PT Sentul City (Dahulu Permata Sentul) selaku pemegang izin prinsip pembebasan tanah, berupa Surat lzin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) dari Gubernur Jawa Barat, yang diyakini bermasalah.
Pasalnya, PT Sentul City telah melakukan tindakan represif dan intimidatif dengan merampas tanah rakyat secara serampangan.
Demikian disampaikan Ketua Majelis ProDEM Iwan Sumule saat jumpa pers di Kantornya, Jalan Veteran I Nomor 26, Jakarta Pusat, pada Rabu siang (15/9).
“Bermodalkan SIPPT yang Prodem duga bermasalah dan melampaui batas yang diijinkan dalam SPPT yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, PT Sentul City melakukan penguasaan terhadap tanah rakyat?,” dikutip dari Rmol.
Atas dasar itu, Iwan Sumule menegaskan bahwa ProDEM akan melakukan perlawanan secara serius, terhadap PT Sentul City karena telah melakukan klaim sepihak dan menyerobot tanah rakyat di desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor.
“Kami tegaskan, kamu siap melawan PT Sentul City,” tegas Iwan Sumule.
Berikut Pernyataan Sikap ProDEM:
Pertama, Surat lzin Peruntukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) hanyalah surat untuk melakukan PEMBEBASAN tanah, bukan bukti atas kepemilikan tanah.
Terbitnya Bukti Hak Kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pengembang hanya sah dan memiliki kekuatan hukum, jika proses pembebasan lahan dilakukan secara benar dan tidak bertentangan dengan hukum.
SIPPT bukan alat untuk MERAMPAS tanah rakyat, mengabaikan serangkaian prosedur dan substansi pengalihan hak atas tanah. Dan yang terpenting, SIPPT bukanlah Surat jin untuk bertindak arogan dan zalim terhadap rakyat selaku pemilik tanah.
Kedua, aspek paling penting dalam pembebasan lahan adalah adanya pemindahan hak dari pemilik tanah dan/atau pelepasan hak dari pemilik tanah kepada pengembang.
Pemindahan hak ini bisa terjadi karena transaksi jual beli baik dengan pengalihan hak dan/atau atau pelepasan hak dari pemilik tanah kepada pengembang, dilanjutkan dengan penguasaan fisik tanah oleh pengembang.
Ketiga, klaim kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) oleh PT Sentul City bermasalah pada proses pembebasan lahan yakni pemindahan hak dan pemilik tanah (rakyat) dan/atau pelepasan hak dari pemilik tanah (rakyat) kepada PT Sentul City.
Permasalahan lainnya adalah PT Sentul City tidak menguasai fisik tanah yang diklaim dimiliki berdasarkan bukti Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Proses pembebasan lahan dengan membeli tanah wajib ditempuh dengan melakukan proses tawar antara penjual dan pembeli yang diikuti dengan keluarnya pajak-pajak, seperti BPHTB kepada pembeli dan Pajak penjual kepada penerima uang atau penjual.
Pihak Pengembang setelah melakukan jual beli secara bawah tangan kepada pemilik seperti Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB), Girik, Leter C atau Hak Garap dari Penggarap.
Selanjutnya penjual menandatangani surat pengalihan hak kepada pembeli untuk selanjutnya diajukan kepada BPN.
Dan oleh BPN dilakukan pemutusan hubungan hukum sehingga surat-surat yang telah ditarik oleh pembeli dari penjual menjadi tidak berlaku.
Rangkaian proses wajib dilakukan karena sepanjang surat-surat penting itu tidak ditarik, maka potensi sengketa akan timbul karena alas hak kepemilikan masih dipegang pemilik dari atau ahli warisnya.
Keempat, hak kepemilikan atas tanah sengketa di desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, terbukti secara fisik masih dikuasai oleh rakyat dan rakyat yang menguasai tanah memiliki alas hak, yang membuktikan belum terjadi proses pemindahan hak dari pemilik tanah (rakyat) dan/atau pelepasan hak dari pemilik tanah (rakyat) kepada PT. Sentul City.
Atau setidaknya, kepemilikan yang diklaim oleh PT. Sentul City masih dalam status sengketa, sehingga PT. Sentul City tidak dapat melakukan tindakan apapun, sebelum ada keputusan hukum dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kelima, semestinya PT. Sentul City memperbaiki kinerja Tim dalam melakukan pembebasan lahan, bukan malah bersikap sombong, arogan dan mempertontonkan kebodohan dengan memamerkan alat negara untuk merepresi rakyat, padahal rakyat memiliki alas hak atas tanah (lahan) yang mereka tempati.
Keenam, pihak pemerintah Khususnya Kantor Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Berat perlu untuk melakukan penyelidikan tentang kebenaran data-data dan bukti-bukti yang dimiliki oleh PT Sentul City sehubungan dengan terbitnya SHGB yang dimiliki oleh PT Sentul City, termasuk adanya dugaan korupsi dan kolusi dalam penerbitannya.***