Bogordaily.net – Proses penagihan piutang dari sejumlah obligor atau debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali berlanjut. Kini pemerintah menyasar Keluarga Bakrie.
Dalam kasus pelunasan utang BLBI tersebut, Satgas BLBI yang dikomandoi Kementerian Keuangan ini melakukan pemanggilan ke Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie.
Selain kedua sosok tersebut, turut dipanggil Satgas BLBI yakni Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warrouw, dan Anton Setianto, serta PT Usaha Mediatronika Nusantara, perusahaan yang pernah mendapatkan kredit dari Bank Putera Multikarsa.
Bank Multi Karsa diketahui adalah milik pengusaha Marimutu Sinivasan, salah satu obligor kakap BLBI yang juga pendiri Grup Texmaco.
“Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 22.677.129.206 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur eks Bank Putera Multikarsas,” begitu isi pengumuman Satgas BLBI di media massa seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa 14 September 2021.
Mereka diminta datang ke Gedung Syafrudin Prawiranegara Kementerian Keuangan, pada Jumat 17 September 2021 pukul 09.00 – 11.00 WIB.
“Dalam hal Saudara tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih Negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pengumuman ini untuk dipenuhi,” tulis pengumuman tersebut.
Mereka yang dipanggil Satgas BLBI Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas, berdasarkan data Satgas BLBI, setidaknya delapan obligor atau debitor sudah dipanggil.
Pada 26 Agustus, Satgas memanggil Agus Anwar yang memiliki utang Rp 104,63 miliar serta pengurus PT Timor Putra Nasional Tommy Soeharto dan Ronny Hendrarto yang memiliki utang Rp 2,61 triliun.
Kemudian, pada 7 September, Satgas memanggil Kaharudin Ongko yang berutang Rp 8,18 triliun.
Pemanggilan dilanjutkan pada 9 September kepada Kwan Benny Ahadi dengan nilai utang Rp 157,72 miliar, Setiawan dan Hendrawan Harjono dengan utang Rp 3,57 triliun. Lalu debitor PT Era Persada dengan utang Rp 130 miliar, dan Ronny HR dengan utang Rp 2,61 triliun. Mereka diminta untuk menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi.
”Pihak yang tidak hadir saat pemanggilan di antaranya Setiawan Harjono atau Hendrawan Harjono, debitor atas nama PT Era Persada, dan Agus Anwar. Khusus Agus Anwar belum hadir, tetapi sudah ada komunikasi dengan Satgas,” ujar Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Tri Wahyuningsih Retno Mulyani.
Satgas BLBI yang dibentuk oleh pemerintah menargetkan penagihan hak tagih utang negara dari BLBI senilai total Rp 110,454 triliun. Ini berupa aset kredit Rp 101,8 triliun, properti Rp 8,06 triliun, surat berharga Rp 489,4 miliar, saham Rp 77,9 miliar, inventaris Rp 8,47 miliar, serta rekening atau valuta asing senilai Rp 5,2 miliar.
Dalam agenda penanganan, Satgas BLBI menargetkan pelacakan aset dan data debitor atau obligor. Hingga akhir 2021, ada tujuh debitor yang jadi prioritas penagihan.
Mereka adalah Trijono Gondokusumo dari Bank Surya Putra Perkasa dengan utang Rp 4,89 triliun, Kaharudin Ongko dari Bank Umum Nasional dengan utang Rp 8,18 triliun, Sjamsul Nursalim dari Bank Dewa Rutji dengan utang Rp 470,65 miliar, Sujanto Gondokusumo dari Bank Dharmala dengan utang Rp 822,25 miliar.
Kemudian Hindarto dan Anton Tantular dari Bank Central Dagang dengan utang Rp 1,47 triliun, Marimutu Sinivasan dari Grup Texmaco dengan utang Rp 31,72 triliun, serta Siti Hardianti Rukmana dari PT Citra Cs dengan utang sekitar Rp 676 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI pernah mengatakan, pemulihan hak negara dari dana BLBI tidak hanya pada para pemilik perusahaan.
Tetapi juga ahli waris atau pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya. Para debitor atau obligor diimbau kooperatif.
Jika tidak, bukan tidak mungkin persoalan itu masuk ke ranah pidana. Gugat ke pengadilan Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, apabila sudah berkali-kali debitor atau obligor tidak hadir memenuhi panggilan, Satgas dapat menggugat mereka secara perdata ke pengadilan.
Langkah ini perlu ditempuh pemerintah, selain untuk menunjukkan keseriusan pemerintah, juga karena jika hanya mengandalkan itikad baik para obligor atau debitor, prosesnya akan lama dan berbelit-belit. Padahal, Satgas BLBI hanya diberi tenggat bekerja hingga Desember 2023.***
Sumber: kompas.com