Tuesday, 9 July 2024
HomeEkonomiImpor Bahan Baku Gula Kristal Rafinasi Panen Kritik

Impor Bahan Baku Gula Kristal Rafinasi Panen Kritik

Bogordaily.net meminta adanya ketentuan batas minimal penggunaan raw sugar produk dalam negeri untuk memproduksi rafinasi (GKR).

“Raw sugar-nya selama ini guna rafinasi itu sepenuhnya impor. Harus ada ketentuan ke depannya setidaknya 30 persen raw sugar-nya (berasal) dari (produksi) dalam negeri,” kata Sugeng Suparwato, seperti yang dilansir suara.com.

Ia menuturkan, bila Indonesia terus impor raw sugar, maka akan mengganggu serapan tebu petani lokal. Hal tersebut dinilai juga bakal mempersulit dalam upaya untuk mencapai swasembada gula seperti yang telah digaungkan.

Menurutnya, apapun yang sifatnya ketergantungan kepada impor dinilai tidak akan sehat karena akan mengakibatkan keluarnya aliran modal, padahal aliran modal masuk dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan ekspor, investasi, dan juga konsumsi.

“Bayangkan kalau kita impor, uangnya justru keluar. Sehingga, pada gilirannya nanti untuk industri, gula atau raw sugar-nya juga dari dalam negeri,” ujarnya, dikutip dari Antara.

Kebutuhan gula Indonesia kebutuhan saat ini mencapai sekitar 6 juta ton per tahun, yang terdiri dari 2,7-2,9 juta ton per tahun gula konsumsi ( putih/GKP) dan 3-3,2 juta ton per tahun gula industri (GKR).

Saat ini, terdapat 62 pabrik gula berbasis tebu dengan kapasitas terpasang nasional mencapai 316.950 ton tebu per hari (TCD).

Apabila seluruh pabrik gula tersebut berproduksi optimal dan efisien, hal itu diperkirakan dapat menghasilkan produksi gula sekitar 3,5 juta ton per tahun. Namun, jumlah tersebut baru mampu menutupi kebutuhan untuk gula konsumsi, belum dapat memenuhi kebutuhan untuk gula industri.

Sehingga, Sugeng meminta volume impor gula untuk industri yang rata-rata 120 ribu ton per tahun berasal dari Thailand, Vietnam, dan Australia, harus dapat terserap betul untuk kebutuhan makanan, minuman, dan farmasi, tidak untuk konsumsi sehari-hari masyarakat.

Dengan adanya pemberlakuan batas minimal gula rafinasi berasal dari produksi dalam negeri tersebut, Sugeng juga mengutarakan harapannya agar terjadi harmonisasi kebijakan di tingkat kementerian.

“Inilah yang memerlukan harmonisasi kebijakan antara Kemenperin, Kementan, Kehutanan yang memiliki Perhutani dan lahan-lahan tebu itu, dan sebagainya, sehingga bahan bakunya tidak selamanya impor,” pungkas Sugeng.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here