Bogordaily.net – Seorang guru pondok pesantren di Cibiru, Kota Bandung inisial HW (36) yang dituduh memperkosa 12 santrinya hingga ada yang melahirkan 9 bayi diminta untuk dijatuhkan hukuman kebiri.
Hal ini diutarakan Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak (KSPPA) DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menilai dakwaan jaksa harusnya memuat ancaman hukuman kebiri.
“Kami menyayangkan jaksa dalam dakwaannya tidak mencantumkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Kebiri Predator Seksual yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020,” kata Pengurus KSSPA DPP PSI Mary Silvita, Kamis 9 Desember 2021.
Ia menilai hukuman kebiri terhadap predator seksual anak penting, agar ada efek jera dan kejadian serupa tidak lagi berulang.
Jaksa pada persidangan mendakwa pelaku HW dengan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) juncto Pasal 76D UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 KUHP yang ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
Terkait dakwaan jaksa itu, PSI menilai HW seharusnya dijerat pasal yang mengatur soal kebiri kimia dan pemasangan alat pelacak, jika nantinya ia bebas sebagaimana diatur dalam PP No. 70 Tahun 2020.
PP No. 70 Tahun 2020 mengatur tentang tata cara pelaksanaan kebiri kimia, pemasangan alat deteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
PP itu mengatur bahwa pelaku kekerasan seksual yang korbannya adalah anak-anak dapat dikebiri lewat suntikan zat kimia, sehingga ia tidak lagi memiliki hasrat seksual. Namun, kebiri juga disertai dengan rehabilitasi.
“Hukuman ini penting untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak,” ujar Mary.
Ia menyampaikan KSPPA PSI telah mengadvokasi kasus pemerkosaan belasan santri oleh gurunya, HW, selama 2 bulan.
PSI turut hadir di persidangan, dan mendampingi korban beserta keluarganya.
HW merupakan guru sekaligus pemilik pondok pesantren di Jawa Barat yang memerkosa 12 santrinya sampai beberapa di antaranya ada yang hamil dan melahirkan.
Ia saat ini berstatus sebagai terdakwa dan masih menjalani proses persidangan.
Plt Asisten Pidana Umum Kejati Jawa Barat Riyono dalam kesempatan terpisah menerangkan HW diduga mulai memerkosa santrinya pada 2016. Sebagian besar korban merupakan anak-anak di bawah umur.
5 Tahun Aksinya Tertutup Rapat
Aksi HW dilakukan dalam rentang 2016 hingga 2021 di beberapa tempat, seperti di pondok pesantren, hotel hingga apartemen.
Praktis aksinya selama 5 tahun tertutup rapat. Kasus tersebut kini sudah masuk ke pengadilan dan masih dalam tahap pemeriksaan saksi.
Dalam keterangan surat dakwaan, pelaku menggunakan berbagai cara untuk memaksa para santri melakukan hubungan intim dengannya. Salah satu korban mengatakan kalau ia sempat dijanjikan menjadi polwan oleh pelaku.
“Terdakwa menjanjikan menjadikan anak korban polisi wanita,” demikian bunyi surat dakwaan, dikutip Kamis 9 Desember 2021.
Selain itu, pelaku juga menjanjikan akan membiayai biaya pendidikan korban hingga selesai, untuk setelahnya akan menjadi pengurus pesantren.
Dalam surat dakwaan itu, pelaku mengatakan kalau mertuanya tak ingin punya banyak anak, sehingga hal itu membuat istrinya enggan melayani hasratnya.
“Terdakwa menceritakan mertuanya tak mau banyak anak,” katanya.***