Bogordaily – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyoroti tingginya biaya produksi yang membuat volume produksi kopi dalam negeri belum meningkat signifikan. Mahalnya biaya produksi itu dipengaruhi akses jalan yang belum memadai.
Oleh karena itu, Teten Masduki meminta supaya kebon kopi di Indonesia dibenahi.
Teten Masduki menyebut 96% kebon kopi di Indonesia milik masyarakat yang ditanam di atas tanah-tanah marjinal, sementara sisanya milik perkebunan perusahaan swasta, dan pemerintah.
“Jadi ini yang saya kira kita perlu membenahi kebon kopi Indonesia, karena perkebunan baik swasta ataupun pemerintah itu Hanya 4%, yang 96% itu ada di lahan-lahan marginal. Karena itu sulit kita meningkatkan produksi karena ongkosnya juga mahal,” ungkap Teten saat meresmikan pembukaan acara Gelar Produk UMKM dengan Tema “Festival Kopi dan Tahu Sumedang di Jakarta, Jumat 10 Desember 2021.
Saat ini jumlah produksi kopi Indonesia kini tertinggal dari Vietnam, padahal awalnya negara tersebut belajar dari Indonesia. Kemampuan suplai kopi Indonesia ke pasar dunia hanya 300 ribu ton per tahun atau sekitar 8% dari 8,2 juta ton konsumsi global. Sedangkan produksi nasional hanya 49%.
“Memang ada naik sedikit, tetapi hanya 1% kalau kita bandingkan dua tahun lalu. Kopi Indonesia itu hanya diuntungkan harganya bagus karena kita merupakan planet kopi, kita memiliki varietas kopi yang sangat kaya mulai dari Aceh sampai Papua. Itu tidak dimiliki oleh Brazil sebagai negara penghasil kopi terbesar di dunia, termasuk Kolombia, dan Vietnam,” katanya.
“Harga kopi di dunia rata-rata 5,9 USD, kita 9 USD, untungnya kopi kita enak jadi masih ada yang beli. Nah ini yang harus kita benahi dari mulai pembibitan yang unggul, infrastruktur yang perlu di kebon rakyat supaya ongkos produksinya bisa turun,” tandas MenKopUKM Teten Masduki.
Teten Masduki mengatakan pihaknya sedang menyiapkan model bisnis korporatisasi guna mengkonsolidasikan para petani. Dimana petani-petani perorangan skala kecil akan dihimpun dalam sebuah wadah koperasi. Tujuannya untuk mudah membangun suplai pangan ke market dalam, maupun luar negeri.
“Kita tidak bisa lagi membiarkan petani-petani itu dalam skala kecil, dalam lahan yang sempit perorangan. Tidak akan pernah kita membangun suplai pangan kita yang lebih stabil dan berkualitas,” terang Teten Masduki.
Dalam kesempatan yang sama Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengatakan kapasitas produksi kopi Sumedang mencapai 900 ton per tahun. Kopi yang diekspor sangat berkualitas sehingga mudah diterima di pasar Eropa.
“Kopi kami terkenal di Eropa dan ini sangat baik. Berbagai event yang kami ikuti, kami juara,” ujar Dony Ahmad Munir.
Menurutnya kopi Sumedang sudah terkenal sejak tahun 1880 saat pertama kali meresmikan menara Eifel di Paris, Prancis. Saat itu, Kopi Java Preanger turut berpartisipasi dengan menampilkan tarian gamelan.
“Kami juga berkolaborasi dengan Kedubes Prancis menggelar acara konser,” tutup Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir.***