Bogordaily.net- Lampion merupakan pernak pernik pelengkap imlek. Dengan ciri khas berwarna merah, ternyata Lampion dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Menjelang perayaan Imlek, salah satu hiasan yang menjadi ciri khas adalah lampion. Disepanjang jalan, atau toko maupun bangunan lain milik etnis Tionghos biasanya akan dipasang lampion
Namun, bukan sekedar hiasan semata. Lampion ternyata memiliki makna dan sejarah panjang sejak ribuan tahun silam.
Lampion merupakan salah satu identitas kebudayaan Tionghoa yang sering kita lihat pada perayaan Tahun Baru Imlek setiap tahunnya. Lalu bagaimana sejarah lampion Imlek ini?
Beberapa sumber menyebutkan, lampion sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tepatnya sejak era Dinasti Han Timur, sekitar abad ke-3, pada tahun 25 – 220 masehi.
Pada zaman itu, lampion berfungsi sebagai sumber cahaya dan berfungsi untuk mengusir bintang buas.
Lampion sering kita temui di berbagai tempat umum mulai dari pinggir jalan, pertokoan, hingga restoran pada perayaan Imlek. Untuk kalian yang penasaran dengan sejarah lampion Imlek, berikut ini penjelasannya.
Sejarah lampion sendiri berasal dari orang-orang dari Dinasti Han Kuno pada tahun 25-220 Masehi.
Cara membuatnya juga sederhana, yakni berupa sebuah lilin yang dikelilingi bambu, kayu, atau jerami gandum. Sementara pada bagian atas atau penutupnya menggunakan sutra atau kertas, fungsinya agar nyala api tidak tertiup angin.
Setelah itu diletakkan sebuah lilin yang berada di tengah dan dibalut dengan kain sutra maupun kertas agar api terlindung dari angin.
Pada umumnya, lampion menggunakan warna merah yang memiliki arti pengharapan, keberuntungan, rezeki, kebahagiaan, dan kemakmuran bagi masyarakat Tionghoa.
Pada zaman itu, lampion digunakan sebagai sumber cahaya di malam hari dan untuk mengusir binatang maupun serangga. Namun, seiringnya berjalan waktu lampion tersebut kemudian digunakan oleh para biksu Buddha sebagai ritual ibadah, pada hari ke-15 pada bulan pertama kalender Lunar.
Pada masa itupula, masyarakat mulai mengenal teknik pembuatan kertas, yang kemudian dipakai juga untuk membuat lampion hingga saat ini.
Sedangkan warna merah, digunakan untuk lampion karena memiliki arti pengharapan di tahun yang baru akan diwarnai dengan keberuntungan, rezeki, serta kebahagiaan. Selain itu, dalam budaya China, warna merah juga menyimbolkan kemakmuran.
Selain itu, lampion juga dikaitkan dengan berbagai legenda, salah satunya mengenai Li Zicheng, seorang pemimpin pemberontakan petani pada masa akhir Dinasti Ming (1368-1644).
Diceritakan bahwa, Li dan pasukannya menyerang kota Kaifeng tanpa mengganggu rumah-rumah penduduk yang menggantungkan lampion merah di pintu.
Para penjaga kota Kaifeng yang kewalahan membuka bendungan untuk menghancurkan pasukan Li. Namun, banjir justru melanda rumah-rumah penduduk.
Karena dilanda banjir, banyak orang naik ke atap rumah dengan membawa lampion merah. Li dan pasukannya menyelamatkan mereka dengan membawa lampion merah sebagai alat penerangan.
Untuk memperingati kebaikan hati Li, bangsa Tionghoa selalu menggantung lampion merah pada setiap perayaan penting seperti Tahun Baru Imlek.
Mulai saat itulah, lampion menjadi identik dengan perayaan tahun baru Imlek yakni pada masa Dinasti Tang pada 618 – 907 Masehi. Lampion dibuat sebagai ornamen untuk memeriahkan acara yang mana juga sebagai simbol kebanggaan budaya masyarakat China
Lampion biasanya digantung di depan sebuah bangunan atau jalan sebagai simbol untuk mengusir roh jahat. Kepercayaan akan mengusir roh jahat tersebut masih bertahan secara turun temurun hingga saat ini.
Pada hari ke-15 dalam kalender Lunar, masyarakat Tionghoa merayakan festival lampion sebagai berakhirnya Tahun Baru Imlek. Festival Lampion ini memiliki berbagai macam makna seperti hari pembebasan, Hari Valentine China maupun untuk reuni keluarga.***