Bogordaily.net- Terdapat 25 wilayah di dataran pulau Jawa yang masuk dalam kategori rawan terkena bencana gempa bumi dan tsunami alias tsunamigenik. 5 di antaranya terdapat di Jawa Barat berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Lima daerah tersebut meliputi Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Pangandaran.
Kejadian gempa bumi di suatu tempat itu berulang, artinya jika suatu daerah pernah terlanda gempa bumi besar, maka suatu saat akan mengalami kembali. Namun waktunya kapan belum diketahui.
Dari lima kabupaten rawan tsunamigenik itu, Kabupaten Garut memiliki probalitas tertinggi kejadian tsunami di pantai dengan tinggi lebih dari 3 meter dalam satu tahun dengan probabilitas 4,9 persen.
Disusul Cianjur 4,7 persen, Pangandaran 3,8 persen, Tasikmayala 3,7 persen dan Sukabumi 3,3 persen.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat Dani Ramdan mengatakan, gempa bumi dan tsunami tidak bisa diprediksi spesifik terkait waktu dan tempat kejadiannya, karena sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi seperti itu.
“Tapi kalau kita punya potensi gempa itu memang ada secara ilmiah di Jabar ini ada Sesar Lembang, Baribis dan Garut Selatan. Yang paling rawan itu daerah Garut karena di sana ada Sesar Garsela ditambah kondisi topografinya memang rata-rata tidak datar miring jadi ada gerakan sedikit saja bisa ngaburusut(longsor),”ujar Dani ketika dihubungi, Selasa 18 Januari 2022.
Diakui dia, Garut memiliki indeks resiko bencana yang cukup tinggi disamping tanahnya yang labil, ada potensi gemba yang bisa memicu pergerakan tanah dan juga tsunami.
Sementara itu, Cianjur masuk rawan tsunamigenik karena berada di kawasan Sesar Baribis sedangkan tiga kabupaten lainnya berada di atas Sesar Cimandiri.
“Namun yang perlu ditekankan disini yaitu mitigasi bencana dan edukasi pada masyarakat di sana. Selalu kita katakan bangunan kita harus tahan gempa kalau bangunan tembok harus ada struktur seperti tiang di pojok,” ucapnya.
Yang kedua juga selalu mengetahui sikap ketika gempa terjadi. Kalau sedang berada di ruangan dan tidak mungkin menjangkau pintu berarti langsung berunduk saja di dalam rumah mencari perlindungan dengan merunduk di bawah meja agar terhindar dari apapun yang jatuh sehingga tidak mengenai kepala.
“Setelah gempa berhenti baru keluar rumah ke tempat terbuka yang aman kalau yang berada diluar rumah berarti segera lari ke tempat terbuka. Nah oleh karena itu memang di setiap bangunan-bangunan tinggi kantor pemerintah sekolah kampus harus menyediakan titik kumpul aman dan rambu evakuasi ke arah jalur exit darurat. Itu sebenarnya kewajiban dari pengelola gedung untuk itu,” ucapnya.***