Bogordaily.net– Ilmuwan di Universitas Boston, Amerika Serikat, memperingatkan menyebarnya virus corona varian Omicron yang sangat cepat dan masih terjadi hingga sekarang bisa menyebabkan virus itu bukan menjadi varian terakhir yang mencemaskan dunia.
Setiap terjadi penularan ada kemungkinan virus itu bermutasi dan mutasi Omicron terbukti memiliki kelebihan dibanding varian sebelumnya: jadi lebih mudah dan cepat menular.
Para ahli tidak mengetahui varian berikutnya akan seperti apa dan bagaimana dampaknya terhadap arah pandemi, namun mereka mengatakan tidak ada jaminan varian berikutnya dari Omicron bisa menyebabkan sakit yang lebih ringan atau vaksin yang ada bisa melawannya.
“Makin cepat Omicron menyebar, maka ada kemungkinan untuk mutasi dan menimbulkan varian baru yang lebih banyak,” kata Leonardo Martinez, epidemiolog penyakit menular di Universitas Boston, seperti dilansir laman South China Morning Post, Minggu, 15 Januari 2022.
Sejak muncul pada pertengahan November, Omicron sudah menyebar ke seantero dunia dan penelitian memperlihatkan Omicron setidaknya dua kali lebih menular dari varian Delta dan empat kali lebih menular dari varian awal virus corona.
Badan kesehatan Dunia (WHO) melaporkan ada 15 juta kasus Covid-19 dari 3-9 Januari, naik 55 persen dari pekan sebelumnya.
Seiring pelonggaran pembatasan yang diberlakukan di banyak tempat maka penularan bisa mengenai orang yang memiliki sistem imun lemah dan dengan begitu bisa menjadi tempat virus bermutasi.
“Penularan yang terjadi terus-menerus dan cukup lama bisa menjadi bahan untuk munculnya varian baru,” kata Dr Stuart Campbell Ray, ahli penyakit menular di Universitas John Hopkins.
“Jika penularannya sangat meluas maka itu memperbesar kemungkinan terjadinya mutasi.”
Mutasi virus tidak selalu menjadi lebih ringan atau tidak berbahaya.
“Orang mengira virus itu akan berubah menjadi lebih ringan. Tapi tidak ada alasan khusus untuk menjadi seperti itu. Saya pikir kita tidak bisa amat yakin bahwa virus menjadi tidak lebih berbahaya seiring waktu.”
Memiliki kemampuan menghindari dari sistem imunitas, membuat virus bisa bertahan hidup dalam jangka waktu lebih lama, Ketika SARS-CoV-2 muncul, tak seorang pun punya imun. Tapi terjadinya penularan dan vaksin membuat virus beradaptasi.
Ada banyak sarana bagi virus untuk bermutasi atau berevolusi. Hewan bisa berpotensi menjadi tempat inkubasi dan memunculkan varian baru.
Anjing peliharaan dan kucing, rusa dan hewan di peternakan lainnya yang rentan terkena virus bisa berpotensi memunculkan mutasi dan berpindah kembali ke manusia.
Selain itu ada jalur lain: dengan menyebarnya Omicron dan Delta, orang bisa kembali tertular dan bisa memunculkan apa yang Ray sebut “Frankenvariants,” virus hibrid yang memiliki karakteristik gabungan dari kedua varian itu.
Para ahli mengatakan virus corona tidak akan menjadi endemi seperti flu selama tingkat vaksinasi masih rendah. Dalam jumpa pers belum lama ini Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan melindungi orang dari varian berikutnya bergantung pada kemampuan dunia mengakhiri ketidakadilan vaksin.
Tedros menuturkan dia berharap pada pertengahan tahun ini 70 persen populasi di setiap negara sudah divaksinasi. Saat ini masih banyak negara yang tingkat vaksinasinya kurang dari seperempat populasi.
“Besarnya populasi yang belum divaksin di AS, Afrika Asia, Amerika Latin, dan tempat lain bisa menjadi pabrik varian baru,” kata Dr Prabhat Jha, peneliti di Pusat Penelitian Kesehatan Global Rumah Sakit St Michael di Toronto, AS.
“Ini menjadi kegagalan kolosal para pemimpin global karena kita tidak bisa melakukan vaksinasi ini.”***