Sunday, 19 May 2024
HomeNasionalMentraktir Ketika Ulang Tahun, Ternyata Tidak Umum Di Negara Lain

Mentraktir Ketika Ulang Tahun, Ternyata Tidak Umum Di Negara Lain

Bogordaily.net–   saat berulang tahun yang umum di ini rupanya tidak umum di negara-negara lain, terutama di negara Barat. Namun, di budaya mentraktir ini sudah menjadi sesuatu yang bersifat wajib.

Di Serikat, perayaan ulang tahun anak usia TK hingga SD memang juga diisi pesta ulang tahun bagi yang ingin mengadakan seperti halnya di . Namun, ulang tahun bagi yang mulai memasuki remaja lebih umum dirayakan bersama keluarga inti dengan makan malam, kue, dan lilin.

Beberapa pelajar di AS di antaranya juga merayakan dengan pergi bersama teman, makan, dan minum. Namun, budaya traktiran tidak mengakar di antara pertemanan dan kenalan. Justru, orang yang berulang tahun lebih umum diberikan makanan, diberi kado, atau diajak nonton ke bioskop.

Lantas, kenapa orang yang ulang tahun malah yang mentraktir makan di ? Kenapa Orang Ulang Tahun Malah Nraktir.

Masyarakat Komunal
Pengamat sosial dari Universitas Devie Rahmawati menuturkan, traktiran merupakan cara masyarakat dalam membagikan rasa bahagia saat ulang tahun. Cara berbagi bahagia ini punya kaitan dengan karakter masyarakat sebagai masyarakat komunal, kontras dengan warga Barat yang sebagai masyarakat individual.

Devie menjelaskan, masyarakat komunal tidak cukup membagikan rasa bahagia dan bersyukur atas sesuatu dengan hanya berbagi untuk diri sendiri atau keluarga terdekat.

“Sudah jadi kearifan budaya lokal kita syukur itu diungkapkan dengan membagikannya dengan orang yang lebih luas, karena kita merupakan masyarakat yang snang berkumpull secara komunal, secara bersama-sama,” kata Devie pada detikEdu, Rabu 5 Januari 2022.

Cara Bersyukur
Devie menjelaskan, basis orang Indonesia sebagai masyarakat komunal membuat momen bersyukur saat ulang tahun, mendapat rezeki, hingga momen kelulusan kelulusan diekspresikan dengan mengeluarkan sumber daya materil. Termasuk di antaranya yaitu merogoh kocek untuk mentraktir makanan, menggelar kegiatan, dan mengundang orang banyak yang bertujuan untuk berbagi.

Keluarga Sosial
Sebaliknya, sambung Devie, orang Indonesia sebagai masyarakat komunal juga menginginkan orang lain melakukan hal yang sama sebagai bukti bahwa dirinya merupakan bagian dari sebuah keluarga sosial besar.

Perbedaan tradisi traktiran ulang tahun di Indonesia dengan di Barat menurut Devie juga berawal dari konsepsi keluarga yang melekat pada karakter masyarakat. Ia menjelaskan, konsepsi keluarga di Indonesia adalah keluarga sosial, sementara di Barat adalah keluarga inti.

“Di Indonesia, sebagai masyarakat komunal, kehidupan ini bukan kehidupan sendiri, tetapi bersama. Karena itu juga di Barat tidak biasa menanyakan pada orang lain ‘Ibu-Bapak gimana?' Di sini biasa berbagi hal pribadi. Bahkan tetangga juga bagian keluarga. Jadi apapun dibagikan, termasuk cerita dan lainnya. Orang Barat tidak membagikan banyak hal, entah traktiran dan cerita hidup,” tuturnya.

Devie menambahkan, basis sebagai masyarakat komunal yang melekat juga membuat budaya traktiran masih awet di Indonesia kendati orang di perkotaan mengadaptasi kehidupan masyarakat individual. Atas alasan yang sama, sambungnya, orang Barat yang juga tetap berkumpul dalam perayaan seperti Thanksgiving dan Natal bersama keluarga besar dan teman-teman tidak akrab dengan budaya traktiran.

Jika Tidak Ditraktir
Devie menuturkan, karakter masyarakat ini juga yang membuat seseorang bisa merasa tidak nyaman secara sosial jika tidak diikutkan dalam daftar undangan traktiran teman atau kerabatnya. Sebab, dari tidak mengundang traktiran, bisa muncul anggapan bahwa yang berulang tahun tidak ingin lagi jadi bagian sebuah komunitas sosial tersebut.

“Secara ekstrem, hal tersebut (tidak mengundang traktiran) juga bisa menimbulkan pengucilan,” jelasnya.

Tidak Hanya Ulang Tahun
Kebiasaan bersyukur dengan cara berbagi, sambung Devie, tidak hanya tercermin pada perayaan dan traktiran ulang tahun. Ia mencontohkan, orang Indonesia juga biasa mengirimkan nasi uduk atau penganan lainnya jika tidak bisa menggelar syukuran di rumah atau di restoran.

Ia menjelaskan, atas dasar ekspresi syukur yang sama, orang Indonesia yang mudik juga datang secara fisik dan materil, seperti membawa oleh-oleh kue, kerupuk, dan lain-lain. Ia menekankan, poinnya bukan di nominal harga, namun perhatian dan wujud kasih sayang simbolis berupa pemberian pada keluarga sosial.

“(sementara di Barat) Kalau ultah, kelulusan, dan lain-lain bisa makan bareng-bareng, tapi bisa bayar sendiri. Di kita tidak,” ucapnya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here