Saturday, 27 April 2024
HomeNasionalRUU IKN, Lumbis Pansiangan Sampaikan Pesan Ini

RUU IKN, Lumbis Pansiangan Sampaikan Pesan Ini

Bogordaily.net–Plt. Camat , Lumbis Pangkayungon menggelar rapat melalui zoom dengan Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) terkait masukan untuk Panja dan Pansus sebagai Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (), Senin 17 Januari 2022.

Dalam membahas tersebut para peserta menyampaikan pesan kepada anggota Panja , Dr. Teras Nerang untuk memberikan kesepakatan pada tingkat 1 yang akan diteruskan ke pengesahan RUU menjadi UU yang direnacakan dalam minggu ini di sidang paripurna.

Zoom meeting dihadiri Wakil Menteri KLHK Alue Dohong, anggota DPD RI atau Panja P.hd Alue Dohong II, serta anggota DPR Komisi ll dan mediator Sr. Marthin Bill.

Plt. Camat , Lumbis Pangkayungon mengatakan, kebijakan afirmasi untuk Perbatasan Negara terhadap Keberadaan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan perlu dicantumkan secara eksplisit berupa pasal atau ayat di dalam .

“Perbatasan adalah batas administratif yang memisahkan dua wilayah karena berbeda Negara yang menimbulkan hambatan interaksi, padahal secara geografis, sosial, ekonomi, maupun kultural,” kata Plt. Camat , Lumbis Pangkayungon.

Menurutnya, pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan seharusnya disertai dengan kebijakan khusus (Kebijakan Afirmasi) tentang pembangunan dan peningkatan kapasitas Pemerintahan di perbatasan, khususnya pada wilayah daratan perbatasan Indonesia dengan Sabah Malaysia dan Sarawak Malaysia.

“Panitia Kerja (Panja) dan Panitia Khusus (Pansus) perlu memikirkan lebih lanjut mengenai bentuk pengembangan wilayah perbatasan karena perbatasan memiliki posisi strategis terhadap keberadaan IKN,” ujarnya.

Lebih lanjut kata Lumbis Pangkayungon, hal itu tidak saja memiliki potensi besar dari ekspansi interaksi ekonomi dan sosial budaya terhadap Negeri Jiran, tetapi juga perbatasan merupakan “Ring Of Defece” IKN atau dengan kata lain perbatasan merupakan wilayah atau lingkaran terluar pertahanan IKN.

Pertahanan tidak melulu soal teknologi alutsista dan perang tetapi pertahanan dalam membangun manusianya, membangun wilayahnya karena jika rakyat sejahtera pertahanan akan kokoh (pertahanan semesta).

Jika daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga memiliki potensi hubungan fungsional yang besar, pendekatan yang bisa digunakan dalam pembangunan perbatasan adalah cross-border approach.

“Maknanya, interaksi negara yang berbatasan dipermudah, untuk kepentingan aktivitas ekonomi dan sosial, sepanjang tidak membahayakan ideologi dan kedaulatan dalam sisi lain, bagaimana semuanya itu bisa berjalan jika hari ini rentang kendali pemerintahan dari pusat Pemerintahan Kaupaten Nunukan,” paparnya.

Lumbis menambahkan, di Pulau Nunukan sangat jauh seperti Wilayah Kabudayan yang 100 persen utaranya adalah Sabah Malaysia begitu juga dengan Krayan dan Apo Kayan yang berbatasan dengan Sarawak.

Eksisting pemerintahan yang ada saat ini di perbatasan adalah setingkat kecamatan sementara di negara tetangga status pemerintahan mereka setingkat kabupaten atau kota.

Hal tersebut dinilai tidak imbang dalam hal image dan framing sebab seorang camat berhadapan dengan anggota YB Parlimen ADUN yang juga merkangkap eksekutif (sistem parlimenter).

“Kita kembali membahas “Ring Of Defence” (Hankam) Pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan (Kalimantan Timur) kita harus melihatnya dari perspektif geostrategis baru, karena lokasi IKN yang strategis itu tidak terlepas dari ancaman pertahanan dan gangguan keamanan baik yang dilakukan oleh state actor, nonstatactor, dan hybrid,” ujarnya.

Lokasi Ibu Kota Negara berdekatan dan satu daratan dengan Malaysia yaitu dengan Sabah- Malaysia dengan panjang garis perbatasan 1.038 kilometer yang saat ini pemerintahan yang ada di sepanjang garis perbatasan berstatus Kecamatan l.

“Hal ini merupakan pintu yang terbuka lebar untuk ancaman pertahanan dan gangguan keamanan bahkan cenderung menjadi pasar ekomomi dari negara Jiran karena pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia menjadi perhatian serius oleh Malaysia,” imbuhnya.

Terutama kata Lumbis, mereka saat ini sedang membangun jalan-jalan dan sentra ekonomi dan membentuk-bentuk wilayah baru di perbatasan yang salah satu tujuannya adalah untuk ekspansi ekonomi dan menjadikan perbatasan Indonesia sebagai pasar.

Tak hanya itu, di sisi ruang udara lokasi IKN dekat dengan Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Singapura, Kinabalu Malaysia, dan Manila Filipina.

Selain beberapa hal tersebut  secara unfortunately, kata Lumbis lokasi IKN baru ada dalam radius jelajah Intercontinental Ballistic Missile  (ICBM) dan rudal hypersonic. Selain itu ancaman nyata saat ini adalah jalur trans-nation crime, seperti penyelundupan orang, narkoba, dan juga jalur “terrorist transit triangle” sebagainya.

“Untuk diketahui, posisi Ibu Kota Negara baru dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan negara sekitar seperti The Five Power Defence Arrangements (FPDA), kemudian Aliansi AUKUS Australia, UK, dan USA, dan terdampak dari one belt one road, walupun dalam dunia modern saat ini kemungkinan terjadi perang terbuka sangat kecil,” terangnya.

Sebaiknya menurut Lumbis, dalam sistem pengelolaan perbatasan negara, tidak saja menekankan kawasan perbatasan dari aspek keamanan tetapi juga pada aspek  pendekatan kesejahteraan.

Paradigma ini harus bisa mengintegrasikan tiga elemen dalam pranata ekonomi dan jejaring informasi pertahanan negara atau disebut e-Defence yang memerlukan peran secara proaktif masyarakat sipil perbatasan, pemerintah, dan pasar atau entitas ekonomi baik di tingkat lokal maupun internasional.

Dalam konteks tersebut, kata Lumbis, negara harus memiliki backbone yang kuat agar bisa melakukan penetrasi dan komunikasi prima di sepanjang daerah perbatasan negara dan ditangani dengan solusi terkini yang mengarah kepada optimalisasi teknologi menuju integrated digitalized battlefield.

Permasalahan yang eksis di wilayah-wilayah perbatasan dapat dikatakan rumit dan membutuhkan ekstra perhatian dari pemerintah pusat. Hal ini karena selain terkait dengan permasalahan keamanan, ketertiban, dan keutuhan NKRI, juga terkait erat dengan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan.

Secara garis besar, menurut Lumbis isu-isu yang harus mampu terjawab atas perpindahan IKN ke Kalimantan terhadap permasalahan perbatasan adalah penentuan batas-batas negara secara fisik dan pengamanan wilayah NKRI segera selesai dengan mengedapnkan doktrin sejengkal tanah NKRI tak boleh lepas.

Kemudian terkait pengelolaan dan pembangunan wilayah perbatasan negara, Lumbis berpendapat secara konsep dan kebijakan, permasalahan-permasalahan yang muncul di wilayah-wilayah perbatasan tidak bisa ditangani secara single actor oleh pemerintah di lain sisi hingga saat ini urusan wilayah perbatasan pada umunya masih “ditangani” oleh pemerintah pusat.

“Pengelolaan wilayah perbatasan selain membutuhkan keterlibatan pemerintah pusat secara sinergis, keterlibatan sinergisme pemerintah daerah serta dan para stakeholder juga sangat diperlukan,” katanya.

Pemerintah daerah selaku penyelenggara pemerintahan dan pembangunannya, menurut Lumbis sudah saatnya daerah mengambil peran secara lebih intensif dalam pengelolaan wilayah perbatasan.

“Kita berharap Panja dan Pansus ini betul-betul melihat persoalan perbatasan ini dengan serikus tidak saja berputar-putar dengan sekitar betuk pemerintahan di IKN Otorita atau Daerah Khusus dan lain-lain,” harapnya.

Namun, juga memberikan contohan pasal-pasal atau ayat yang nantinya dapat dijabarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah secara rinci tentang peningkatan kesejahataran masyarakat perbatasan, peningkatan akselarasi pembangunan perbatasan sekaligus memperkuat pertahanan dan keamanan sebagai ring of defence IKN.

Berikut masukan yang dapat disampikan kepada Panja dan Pansus:

Pertama, peningkatan kapasitas pemerintah di perbatasan Indonesia dengan Sabah san Sarawak Malaysia bagi daerah-daerah yang memiliki rentang kendali yang jauh dengan pusat pemerintahan kabupatennya seperti kecamatan-kecamatan di wilayah. Lalu Babudaya (Perbatasan dengan Indonesai dengan Sabah), Krayan dan Apo Kayan untuk ditingkatkan statusnya menjadi wilayah khusus atau daerah prioritas atau menjadi satu DOB karena tidak saja sebagai “pengaman IKN” juga menjadi penyangga dan pusat pertumbuhan ekonomi diperbatasan. Sehingga wilayah-wilayah perbatasan dapat “mengekspansi” jirannya secara ekonomi bahkan menjadi kiblat dalam konteks Penguatan kapasitas pemerintah daerah dimaksud merupakan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah secara holistic dan komprehensif yang bertugas mengelala wilayah perbatasan di daerah sebagai daerah otonom ke dalam otoritas/kewenangan khusus.

Kedua, mengembangkan dan menguatkan jalinan keluar (development and strengthening of external links) dalam rangka menumbuhkembangkan kemitraan secara intensif, ekstensif, dan solid. Dalam pemantapan kedaulatan, pemerintah harus mengedepankan pembangunan daerah-daerah terdepan, daerah-daerah yang menjadi beranda Indonesia agar dunia melihat bahwa Indonesia adalah negara besar dan setiap jengkal tanah airnya diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Wilayah-wilayah perbatasan yang merupakan beranda terdepan Republik ini harus tetap dijaga melalui orientasi pembangunan kawasan perbatasan yang integratif dan berkesinambungan apalagi sebagai “pengaman IKN”. Artinya segenap komponen bangsa memiliki peran dan tanggung jawab yang sama baik itu pemerintah, swasta maupun masyarakat. Dari aspek geopolitik perbatasan memiliki dua pengertian, yaitu boundaries dan frontiers.  Dalam konteks boundaries, perbatasan merupakan garis pemisah wilayah antarnegara. Adapun dalam konteks frontiers, perbatasan lebih merujuk pada jalur (zones) yang membentang dan memisahkan dua wilayah negara.

Beberapa permasalahan yang secara umum dijumpai di daerah prbatasan antara lain memiliki kecenderungan tumbuh lebih lambat, belum sinerginya perencanaan wilayah perbatasan dan ketidakserasian program-program pembangunan, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah di daerah perbatasan tersebut.

Dengan demikian kata Lumbis, penyusunan RUU IKN harus memperhatikan aspek pengembangan wilayah perbatasan, karena pembangunan daerah perbatasan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

“Oleh karena itu, pembanguan daerah perbatasan memerlukan adanya perhatian yang lebih fokus dakam RUU IKN agar terjadi peningkatan kualitas pembangunan dan kualitas penduduk di wilayah tersebut(Boundary Concept in the Setting of Place and Time),” ujar Lumbis.

Pembangunan daerah perbatasan tidak cukup hanya memakai pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach), tetapi perlu dilengkapi pendekatan ekonomi (economy approach) dengan mendorong investasi di daerah perbatasan sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki.

Dengan memperhatikan aspek sosial budaya atau kearifan lokal dan paling penting adalah dengan pendekatan core-periphery approach yaitu membanguan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru dan menarik orang untuk datang ke perbatasan menanamkan modalnya. (Ibnu Galansa Montazerry)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here