Bogordaily.net– Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS),Tifatul Sembiring menyampaikan permohonan maaf sekaligus klarifikasi atas pernyataannya yang dinilai sejumlah pihak membela Edy Mulyadi.
Diketahui, Edy Mulyadi tengah menjadi buah bibir lantaran menghina Kalimantan yang akan dijadikan lokasi ibukota negara baru sebagai tempat ‘jin buang anak’.
Tifatul mengatakan, pernyataannya dipelintir oleh sejumlah pihak sehingga menimbulkan kesan dirinya membela pernyataan Edy Mulyadi.
“Perlu saya garis bawahi, bahwa dalam wawancara saya tidak mengomentari masyarakat Kalimantan Timur sama sekali,” tegas Tifatul dalam keterangan tertulisnya, Selasa 25 Januari 2022.
Tifatul menegaskan, pernyataannya tempo hari hanya ingin menjelaskan makna kalimat ‘jin buang anak’ sebagai tempat yang seram, sepi dan jauh. Namun tidak dalam konotasi menghina.
Meski begitu, Tifatul tetap meminta maaf apabila pernyataannya itu justru menyakati banyak orang.
“Kalau pernyataan saya tersebut disalah pahami, saya mohon maaf yang setulus tulusnya,” kata Tifatul.
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara, Tifatul dimintai komentar mengenai pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan sebagai tempat ‘jin buang anak’. Tifatul lantas menjelaskan bahwa kalimat itu umum dijadikan kiasan untuk daerah yang jauh dan masih sepi.
Menurutnya, kalimat kiasan ‘jin buang anak’ biasa digunakan oleh orang-orang Jakarta. Namun, sama sekali tidak ada maksud untuk menghina suatu daerah tertentu.
“Istilah ini kan sering digunakan oleh orang-orang Jakarta. Saya tanya kepada tokoh-tokoh Betawi yang paham soal ini, mereka jelaskan maksud kiasan kalimat ‘jin buang anak’ itu adalah tempat sepi, seram dan jauh dari keramaian. Jadi konotasi kalimat itu bukan untuk merendahkan atau menghina,” kata Tifatul kepada wartawan, Senin (24/1).
“Sayapun dulu, waktu mau pindah ke Depok dari Tanah Abang, teman2 bilang, “Eh lu mau pindah ke tempat jin buang anak?”. Dulu Depok memang masih sepi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tifatul menyinggung soal fenomena banyaknya masyarakat yang menjadi sensitif jika membahas soal etnis. Menurutnya, sebagai sesama bangsa Indonesia yang terdiri berbagai macam etnis sebaiknya jangan mudah salah faham dan tersinggung.
“Jangan mudah salah faham dan tersinggung. Misalnya orang Medan kalau ingin meyakinkan orang lain, nada bicaranya agak tinggi. Itu bukan menghardik, tapi sekedar menekankan. Kalau dikit-dikit tersingung, baper, kapan nikahnya kita,” canda Tifatul.
“Sudahlah kita saling memahami dan saling memaafkan dalam hidup multi etnis begini,” imbuhnya.
Sebelumnya, Tifatul menilai Edy bukanlah sebuah penghinaan. Bahkan ia menganggap kalimat ‘tempat jin buang anak’ merupakan istilah yang berarti bahwa lokasi tersebut sangat jauh dan sepi.***