Friday, 19 April 2024
HomeBeritaTransplantasi Jantung Babi Berbuah Kontroversi, Dari masalah Etis Hingga Agama

Transplantasi Jantung Babi Berbuah Kontroversi, Dari masalah Etis Hingga Agama

Bogordaily.net– Seorang pria AS menjadi orang pertama di dunia yang mendapatkan transplantasi dari babi yang dimodifikasi secara genetik.

Menurut dokter, kondisi David Bennett, 57 tahun, terlalu parah untuk memenuhi syarat mendapat transplantasi sehingga ia harus menjalani cangkok organ dari babi.

Prosedur operasi eksperimental itu dilakukan selama tujuh jam. Tiga hari setelah operasi, kondisi David langsung membaik.

Operasi tersebut dipuji oleh banyak orang sebagai terobosan medis yang dapat mempersingkat waktu tunggu transplantasi dan mengubah kehidupan pasien di seluruh dunia.

Namun beberapa orang mempertanyakan apakah prosedur tersebut etis? Beberapa pihak mempertanyakan masalah moral terkait keselamatan pasien, hak-hak hewan, dan masalah agama.

Jadi, seberapa kontroversial transplantasi dari babi?

Transplantasi babi yang dilakukan pada Bennett juga memicu kembali perdebatan tentang penggunaan babi untuk transplantasi , yang ditentang oleh banyak kelompok hak asasi hewan.

Salah satunya, People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), yang mengecam transplantasi babi Bennett sebagai tindakan yang “tidak etis, berbahaya, dan pemborosan sumber daya yang luar biasa.”

“Hewan bukanlah gudang peralatan yang bisa dijarah, tetapi makhluk yang kompleks dan cerdas,” kata PETA.

Menurut para aktivis, memodifikasi gen hewan agar lebih mirip adalah tindakan yang salah.

Dalam prosedur transplantasi yang dijalani Bennett, para ilmuwan mengubah 10 gen pada babi yang jantungnya digunakan untuk transplantasi, sehingga tidak akan ditolak oleh tubuhnya.

Juru bicara Animal Aid, sebuah kelompok hak asasi hewan yang berbasis di Inggris, mengatakan kepada BBC bahwa mereka menentang modifikasi gen hewan atau xenotransplantasi “dalam keadaan apapun”.

“Hewan memiliki hak untuk menjalani hidup mereka, tanpa dimanipulasi secara genetik dengan semua rasa sakit dan trauma yang ditimbulkannya, hanya untuk dibunuh dan diambil organnya,” kata organisasi itu.

Para aktivis mengkhawatirkan ada efek jangka panjang modifikasi genetik yang tidak diketahui terhadap kesehatan babi.

Dokter Katrien Devolder, seorang ahli bioetika di Universitas Oxford, mengatakan kita hanya boleh menggunakan organ babi yang gennya sudah dimodifikasi jika kita dapat “memastikan mereka tidak menderita kesakitan yang seharusnya tidak mereka alami”.

“Mengonsumsi babi jauh lebih bermasalah daripada menggunakannya untuk menyelamatkan nyawa, tapi tentu saja itu bukan alasan untuk mengabaikan kesejahteraan hewan,” katanya.

Penerimaan prosedur transplantasi organ hewan mungkin juga menimbulkan kebingungan bagi mereka yang memiliki keyakinan tertentu.

Babi dipilih karena memiliki ukuran organ yang mirip dengan manusia dan babi relatif mudah berkembang biak serta dibesarkan di penangkaran.

Namun bagaimana jika pilihan ini menimpa pasien Yahudi atau Muslim, yang agamanya memiliki aturan ketat tentang hewan?

Meskipun hukum Yahudi melarang penganutnya memelihara atau memakan babi, menerima babi.

“sama sekali tidak melanggar hukum makanan Yahudi”, kata Dr Moshe Freedman, seorang rabi senior London, bagian dari Kelompok Penasihat Moral dan Etika Departemen Kesehatan Inggris.

“Karena perhatian utama dalam hukum Yahudi adalah pelestarian kehidupan manusia, seorang pasien Yahudi diwajibkan untuk menerima transplantasi dari hewan jika ini menawarkan peluang terbesar untuk bertahan hidup dan kualitas hidup terbaik di masa depan,” kata Rabi Freedman kepada BBC.

Dalam Islam, ada kesamaan bahwa penggunaan bahan hewani diperbolehkan jika menyelamatkan nyawa seseorang.

Dar al-Ifta, otoritas di Mesir yang berwenang mengeluarkan peraturan agama, mengatakan dalam suatu fatwa bahwa katup babi diperbolehkan jika “ada kekhawatiran menyangkut nyawa pasien, kehilangan salah satu organnya, eksaserbasi atau perburukan penyakit, dan penurunan kondisi tubuh yang parah”.

Profesor Savulescu mengatakan, bahkan jika seseorang menolak transplantasi dari hewan dengan alasan agama atau etika, mereka tidak akan ditempatkan di daftar tunggu paling belakang untuk mendapatkan donor organ manusia.

“Beberapa orang mungkin mengatakan begitu Anda memiliki kesempatan untuk mendapatkan organ, Anda harus masuk ke dalam daftar; yang lain akan mengatakan Anda harus memiliki hak yang sama seperti orang lain,” katanya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here