Friday, 10 May 2024
HomeBeritaIngatkan IKN Jangan Boros Lahan, Ridwan Kamil: Bisa Tiru Washington DC

Ingatkan IKN Jangan Boros Lahan, Ridwan Kamil: Bisa Tiru Washington DC

Bogordaily.net – Persoalan luas lahan () di Kalimantan Timur yang direncanakan mencapai 256 ribu hektare ikut dikomentari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Kang Emil yang juga berlatar belakang seorang arsitek ini mengatakan, harus memenuhi fungsi livability jika didesain sebagai kota yang nyaman ditinggali. Ia pun mengingatkan agar jangan sampai paradigma membangun dalam skala besar masih terjadi dalam perencanaan .

“Saya kira boros lahan menjadi sebuah kebiasaan di kita, kalau membangun skala besar itu cenderung suka luas-luasan,” kata Ridwan Kamil dikutip dari RMOL, Kamis 11 Februari 2022.

Dia mencontohkan luasan yang hanya mencapai 17 ribu hektare atau setara dengan luasan Kota Bandung. Dengan luas yang luar biasa tersebut, pihaknya khawatir masyarakat yang hendak mengakses istana negara mirip dengan memasuki kawasan industri.

Dari sudut pandangnya sebagai arsitek dan urban planner, urusan bukan semata-mata memindahkan dan membangun infrastruktur, melainkan membangun masa depan.

“Membangun masa depan harus punya identitasnya. Sejarah arsitektur modern kurang lebih mereduksi banyak sekali kearifan-kearifan lokal yang tentunya bisa harus kita carikan definisi-definisi barunya (di ),” kata Ridwan Kamil.

Karena itu, pihaknya mengingatkan bahwa dalam mendesain ruang sebuah kota ataupun , maka pembangunan harus berprinsip seperti membuat baju, tidak sempit dan longgar.

“(Kegagalan) itu terjadi di Brazilia, itu terjadi di Ibukota Myanmar di mana-mana, (pembangunan fisik) berusaha menaklukan tanah seluas-luasnya, lupa bahwa manusia itu punya batas-batas psikologis, batas-batas motoris yang harus disusun,” jelasnya.

Ridwan Kamil juga mencontohkan soal Dubai yang sukses menjadi kota berasitektur modern, indah dan inovatif namun tidak nyaman untuk menjalani kehidupan.

Menurutnya, Dubai menjadi contoh penataan ruangnya tidak bisa menyandingkan yang kaya dan miskin, justru melahirkan ketidakadilan ruang. Dia berharap belajar dari kegagalan-kegagalan di negara lain.

“Yang saya khawatirkan di tahap berikutnya dari Ibukota Negara ini adalah nanti hanya kumpulan katalog arsitekstur, kumpulan bangunan-bangunan yang dibahas estetikanya, teori-teori bangunannya, tapi tidak membentuk sebuah peradaban kota,” tandasnya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here