Bogordaily.net – Wali Kota Bogor, Bima Arya menerima kedatangan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang biasa disapa Kak Seto bersama rombongan di Teras Balai Kota Bogor, Kamis 3 Februari 2022.
Hadir mendampingi Bima Arya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Sri Nowo Retno dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Iceu Pujiati.
Dalam kunjungan tersebut, Ketua LPAI, Kak Seto menerangkan maksud kedatangan dalam rangka menyampaikan apresiasi kepada Bima Arya atas berbagai kinerja dan perjuangannya untuk perlindungan anak di Kota Bogor, salah satunya perlindungan anak dari bahaya rokok.
Dengan kapasitasnya sebagai Ketua APEKSI, Kak Seto berharap Bima Arya bisa mengajak semua para anggota untuk peduli terhadap perlindungan anak-anak dari bahaya rokok dan bisa menyampaikan kepada pemerintah pusat melalui kementerian terkait kebijakan dari pemerintah, khususnya revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Tembakau.
“Semua negara di Asia Pasifik sudah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control atau Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau. Indonesia kemungkinan menjadi negara satu-satunya di Asia Pasifik yang belum meratifikasi,” sebutnya.
Kak Seto sangat menyayangkan angka prevalensi perokok anak sudah semakin meningkat, dimana angka tersebut pada intinya pengaruh dari iklan-iklan rokok yang masih bertebaran, salah satunya masuk melalui gadget.
“Kita ketahui saat ini anak-anak cenderung menggunakan gadget untuk belajar jarak jauh. Tetapi tau-tau nyelonong iklan-iklan rokok, untuk itu diperlukan sinergitas antara LPAI dengan pihak-pihak terkait, salah satunya Pemkot Bogor,” kata Kak Seto yang didampingi, Advisor Consultant The Union, Lili Sri Wahyuni dan dan Sekjen LPAI, Titi Suharyati.
Sementara itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk mengkonfirmasi tentang pentingnya kesehatan paru-paru dalam memperkuat kampanye kawasan tanpa rokok. Salah satunya dengan mengangkat data-data baru terkait perkembangan kasus-kasus di era pandemi.
Di sisi lain kata dia, rokok menimbulkan persoalan dalam ekonomi rumah tangga. Namun demikian untuk mendorong Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kondisi yang dihadapi setiap daerah berbeda-beda.
“Untuk itu diperlukan strategi dalam hal data-data riset. Salah satu yang bisa diangkat adalah paparan yang sempat saya lihat ada petani tembakau yang beralih ke UMKM dan lain-lain. Mungkin kita bisa masuk disitu, mengangkat success story dan diperkuat data-data yang mendukung,” tutupnya.***