Saturday, 23 November 2024
HomeEkonomiPerajin Tahu dan Tempe Mogok, Ini Biang Kerok yang Bikin Harga Kedelai...

Perajin Tahu dan Tempe Mogok, Ini Biang Kerok yang Bikin Harga Kedelai Naik

Bogordaily.net–Melonjaknya harga kedelai membuat para perajin tahu dan tempe di Pulau Jawa akan melakukan aksi mogok produksi dan jualan selama tiga hari mulai Senin, 21 Februari 2022.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan faktor kenaikan harga kedelai dipicu inflasi yang terjadi di Amerika Serikat, negara sumber impor kedelai Indonesia. Tak hanya itu, beban biaya logistik selama pandemi jadi membengkak.

Faktor lainnya, kata Bhima, pemanfaatan kedelai sebagai pengganti dari minyak sawit di luar negeri. Kenaikan harga sawit nyatanya berdampak pada beralihnya masyarakat di Amerika Serikat, Amerika Latin hingga Eropa mencari alternatif minyak nabati. Pilihan pun jatuh pada kedelai atau dikenal dengan istilah soybean oil.

“Mereka mencari alternatif soybean oil sebagai alternatif minyak nabati lainnya,” ujarnya seperti dilansir dari Merdeka.com, Minggu, 20 Februari 2022.

Selain itu, lanjut Bhima, saat ini permintaan kedelai dari China meningkat signifikan. Di China, kedelai tidak hanya dikonsumsi manusia, melainkan digunakan untuk pakan ternak.

“Jadi ini semuanya karena faktor eksternal yang bermain,” sambungnya.

Di sisi lain, Indonesia sangat ketergantungan terhadap impor kedelai karena kebutuhannya yang tinggi. Sementara sampai saat ini belum ada upaya serius pemerintah untuk melakukan substitusi impor kedelai. Tujuannya untuk mendorong produksi kedelai nasional, peningkatan mutu dan kualitas, serta peningkatan dari jumlah produksi setiap tahunnya.

“Ini tidak ada upaya maksimal ke sana, jadi ketergantungan impor,” katanya.

Sehingga apa yang terjadi di negara penghasil kedelai, akan berdampak sangat signifikan terhadap keberlangsungan pengrajin tahu dan tempe di Tanah Air.

Menyikapi mogoknya para perajin tahu tempe kata Bhima, aksi ini pernah terjadi pada awal 2021 lalu. Namun dalam kondisi ini pemerintah tidak bisa berbuat banyak untuk mengendalikan harga kedelai yang masuk ke Indonesia.

“Ini seperti deJavu, apa yang terjadi dengan kedelai saat ini sama dengan di posisi Januari 2021,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, para pengrajin tahu dan tempe di Pulau Jawa akan mogok produksi dan jualan selama tiga hari. Aksi ini dilakukan karena dalam sebulan terakhir merangkak naik.

Di Pulau Jawa, harga kedelai naik hingga Rp11.300 per kilogram. Angka ini jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah tahun lalu, yakni maksimal Rp9.000 per kilogram. Sedangkan harga kedelai di luar Jawa bisa lebih tinggi. Seperti yang terjadi di Kota Medan mencapai Rp12.500 per kilogram.

“Tahun lalu sudah ada ketetapan dari pemerintah harga kedelai dijual Rp7.000 sampai Rp9.000 per kilogram, tetapi pergerakan harga terakhir Rp 11.300,” kata Ketua Pusat Kopti DKI Jakarta, Sytarto.

Dia menjelaskan kenaikan harga kedelai tersebut karena Indonesia masih ketergantungan impor kedelai dari Amerika Serikat. Berbagai isu yang terjadi di global saat ini pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga kedelai.

“Apapun isu yang terjadi di luar negeri terlepas dari masa panen atau keterlambatan pengiriman, sampai ke Indonesia ini dampaknya jadi kenaikan harga,” jelasnya.

Terlebih, kedelai sudah menjadi barang komoditas yang diimpor oleh swasta. Mekanisme pasar bebas melekat pada perdagangan kedelai. Sementara kebutuhan dalam negeri terhadap penggunaan kedelai cukup tinggi.

Dalam perdagangan pasar bebas memang tidak salah. Hanya saja kebebasan itu membuat para pengrajin tahu dan tempe tidak nyaman. Kenaikan harga yang terjadi setiap hari membuat pengrajin sulit menetapkan harga dan mengukur keuntungan yang didapat.

“Kalau diterapkan di Indonesia ini susah, enggak nyambung,” kata dia.

Untuk itu dia meminta pemerintah turun tangan untuk menstabilkan harga kedelai dan memberikan solusi dengan membuat skenario yang menjamin stabilitas harga kedelai.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here