Bogordaily.net–Sastrawan Goenawan Mohamad diusulkan menerima nobel sastra pada 2023 atau tahun-tahun berikutnya. Surat usulan yang ditujukan untuk Panitia Nobel Sastra di Akademi Swedia ditulis Nirwan Ahmad Arsuka, Prof. Dr. Djoko Saryono, dan Ahmad Yulden Erwin dan akan ditandatangani oleh Prof. Dr. Djoko Saryono dan Prof. Dr. Imam Suyitno, M.Pd.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh Bogordaily.net, Minggu, 6 Februari 2022, usulan tersebut dilakukan karena Goenawan Mohamad dinilai sangat layak menerima nobel sastra. Sederet alasan pun diungkapkan sehingga Goenawan Mohamad pantas menerima nobel tersebut.
Ya, Goenawan Mohamad adalah penulis paling produktif, dan stylist terbaik di Indonesia hingga saat ini. Dalam enam dekade karier kepenulisannya, selain menggoda pemikiran untuk menjelajah, Goenawan Mohamad juga terutama telah memperkaya bahasa Indonesia, memberi kekuatan dan kehidupan baru bagi bahasa yang masih muda dan punya masa silam heroik tersebut.
“Di tangan Goenawan Muhammad, meski bukan hanya di tangan dia, bahasa Indonesia menjadi lebih intelektual sekaligus lebih luas untuk menampung dan merayakan avontur. Bahasa Indonesia menyerap banyak kosa kata dan struktur kalimat yang hidup di jalan-jalan dan mengangkatnya menjadi bagian dari uraian filosofis dan sastrawi,” tulis Nirwan Ahmad Arsuka.
Dengan melebur bahasa lisan dan bahasa tertulis, melebur bahasa prosa yang terikat waktu dengan bahasa puisi yang mengatasi waktu, Goenawan Mohamad juga menyajikan ke sidang pembacanya sebuah dunia yang bisa diselamatkan oleh bahasa.
Penyerapan kosa kata dan struktur kalimat asing menjadikan bahasa Indonesia membuka pintu lebih lebar pada dunia dan masa depan; pengambilan kosa kata daerah membuat bahasa Idonesia bertaut dengan dunia lama Nusantara yang terlupakan sekaligus menghidupkan sebagian khazanah dunia tua tersebut.
“Esei-esei terbaik Goenawan Mohamad, seperti juga sajak-sajaknya, sering menghadirkan aliran kalimat yang meninggalkan gema dan pendar di kesadaran kita. Kadang-kadang kita menemukan di antara aliran itu ada arus yang awalnya terasa dingin dan murung, tapi yang dengan ajaib menghantarkan kehangatan halus air mata dan kepercayaan yang tak terumuskan pada hidup,” lanjut Nirwan yang juga seorang penulis dan pendiri Pustaka Bergerak Indonesia.
Selain itu, Goenawan Mohamad juga merupakan penyair yang juga melukis dan terlibat dalam aneka gerakan kebudayaan dan sosial-politik. Ia telah menghasilkan aneka karya yang menunjukkan kemampuan bahasa untuk menyelamatkan dan memuliakan dunia.
Buat pembaca Indonesia, bahasa yang dihidupkan oleh Goenawan Mohammad adalah bahasa yang menandaskan ide mencintai dan memperbaiki sebuah tanah air, sebuah dunia, itu bukan saja ide yang berharga, tapi juga menghimbau untuk direngkuh.
“Kekuatan bahasa sungguh sanggup mengubah pencerapan manusia atas dunia, dan membujuk-rangkul dunia itu bergerak bersama ke ‘arah yang paling idealistik’,” jelas Nirwan.
Sementara itu, menurut Prof. Dr. Djoko Saryono, Goenawan Mohamad begitu lama berjuang secara gigih memodernkan bahasa Indonesia dengan caranya sendiri sebagai warga bahasa Indonesia, bukan sebagai penguasa bahasa Indonesia. Esai-esai Catatan Pinggirnya adalah gelanggang eksperimennya menciptakan bahasa Indonesia yang modern, tetap etis, artistik, dan komunikatif dengan tetap manusiawi.
Esai-esai Catatan Pinggir adalah jejak panjang Goenawan Mohamad membentuk bahasa Indonesia yang elegan dan ekselen sehingga menjadi laras bahasa Indonesia yang khas dan prolifik. Puisi-puisi Goenawan Mohamad telah menjadi medium penciptaan bahasa puitis sehingga memperkaya dan memantapkan fungsi puitis bahasa Indonesia.
Di tangan Goenawan Mohamad, sosok dan karakter bahasa Indonesia sebagai bahasa atau fungsi puitik jadi begitu tegas. Esai-esai Goenawan Mohamad yang demikian banyak bertaburan itu bagaikan pasukan-pasukan terlatih dan piawai dalam gerilya kota yang tak sekadar menggeret bahasa Indonesia ke ranah literal, ekonomis, dangkal, dan vulgar semata.
Tak ayal, tawaran corak atau laras bahasa Indonesia dari Goenawan Mohamad ibarat kubu (bunker) bagi intelektualitas dan humanitas bahasa Indonesia. Dalam esai-esai Goenawan Mohamad terlihatlah bahasa Indonesia yang cendekia, manusiawi, dan sastrawi.
“Di sinilah sumbangan penting Goenawan Mohamad bagi bahasa Indonesia,” kata Prof. Dr. Djoko Saryono.
Alasan lain yang patut dijadikan pertimbangan penerimaan nobel itu menurut Ahmad Yulden Erwin adalah Goenawan Mohamad juga pernah menulis soal “pasemon” mengenai puisi-puisinya. Pasemon adalah suatu bentuk, atau lebih tepat suatu cara, ekspresi yang selama bertahun-tahun, mungkin berabad-abad, dikenal di Jawa dan mungkin juga terdapat di tempat-tempat lain, dengan nama yang berbeda.
“Dalam Bahasa Inggris barangkali ia bisa diterjemahkan sebagai “allusion”. Tetapi, ini bukanlah sekadar sebuah “muslihat”, atau device, dalam tata komunikasi,” ujar Ahmad Yulden Erwin
Sebagaimana “allusion”, “pasemon” lanjut dia, mengandung unsur permainan. Makna kata itu sendiri beragam, tetapi semuanya berkaitan dengan isyarat atau sugesti, ia bisa juga berarti kias, dan bisa pula berarti sindiran.
“Dilihat dari kata dasarnya, ‘semu’, ia sekaligus menyarankan sesuatu yang ‘bukan sebenarnya’ tetapi juga sesuatu yang ‘mendekati suatu sifat tertentu’. Dengan kata lain, di dalam “pasemon” makna tidak secara a priori hadir,” jelas Ahmad Yulden Erwin yang juga seorang penulis.
Makna itu menurutnya, seakan-akan sesuatu yang hanya bisa muncul dalam suatu konteks, dalam satu perbandingan dengan suatu keadaan, termasuk keadaan diri kita sendiro, atau dengan suatu ekspresi yang lain yang pernah ada.
Makna yang muncul ini pun tak pernah final. Ada unsur permainan tetapi sekaligus ada unsur berjaga-jaga, untuk mengelak, dari setiap terkaman perumusan yang mematikan.
“Penundaan yang tak habis-habisnya untuk menemukan makna, pertemuan dengan makna yang muncul menghilang dalam kebebasan dan kesendirian kita. Dengan kata lain, di dalam puisi-puisinya, Goenawan Mohamad telah mengadirkan misteri yang kepastian maknanya terus-menerus ditunda,” paparnya.
Selanjutnya surat usulan untuk Panitia Nobel Sastra di Akademi Swedia itu ditembuskan ke Presiden RI, Duta Besar RI untuk Norwegia, Duta Besar RI untuk Swedia dan Latvia, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan RI, Menteri Dikbudristek RI, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek RI, para rektor dan guru besar perguruan tinggi, para pelaku dan pemerhati sastra dan ilmu pengetahuan. Tak hanya itu, usulan ini pun mendapat dukungan lebih dari seratus orang yang datang dari berbagai kalangan.(Gibran)