Friday, 22 November 2024
HomeBeritaSosok Dibalik Suksesnya Coklat Silverqueen, Karya Anak Bangsa

Sosok Dibalik Suksesnya Coklat Silverqueen, Karya Anak Bangsa

Bogordaily.net – Siapa yang tak kenal dengan manisnya rasa coklat Silverqueen. Sebuah merek cokelat yang tak asing lagi di lidah kita semua. Dengan berbagai varian dan kacang mede yang ada di dalamnya, coklat Silverqueen memang sudah jadi idola bagi banyak kalangan.

Bahkan coklat Silverqueen tak jarang menjadi sebuah kado atau bingkisan kecil yang biasa diberikan kepada orang-orang tercinta atau pasangan. Tahukah Anda bahwa coklat Silverqueen adalah coklat buatan dalam negeri di mana pabriknya berasal dari kota Garut?

Dialah Ming Chee Chuang, seorang pria berkebangsaan Burma atau yang disebut Myanmar, konon tinggal di Garut dan membeli perusahaan cokelat NV Ceres dari orang Belanda. Ia membeli perusahaan ini pada tahun 50-an dan mengganti namanya menjadi PT Perusahaan Industri Ceres, yang kini menghasilkan coklat bernama Silverqueen.

Berawal dari kota Garut, sebuah pabrik cokelat yang tidak hanya memproduksi cokelat dengan brand Silverqueen, tetapi juga berbagai merek lainnya seperti Ritz, Delfi, Chungky, Jago, Wafer Briko, Top, Biskuit Selamat, dan Meises Ceres. Berdasarkan sejarah berdirinya, pabrik cokelat yang dulunya bernama NV Ceres ini sebelumnya adalah milik orang Belanda.

Pada tahun 1942 ketika Jepang menjajah Indonesia, sang pemilik (orang Belanda) berusaha untuk kabur meninggalkan Garut dan mencual aset perusahaan cokelatnya degan harga yang murah.

Peluang ini dimanfaatkan oleh Ming Chee Chuang seornag pria asal Burma yang menetap di Bandung pada zaman kolonial. Ia membeli Perusahaan cokelat NV Ceres tersebut dan mengganti namanya menjadi PT Perusahaan Industri Ceres.


Coklat Silverqueen diproduksi dengan campuran cokleat dengan kacang mede dan di tahun 1950, coklat ini diproduksi dalam bentuk batangan. Sebuah inovasi dari kemustahilan karena membuat cokelat batangan di negara tropis dinilai tak mungkin, ditambah lagi belum ada teknologi yang mendukung.

Ming Chee Chuang tak habis akal dan berusaha mencari jalan keluar. Ia kemudian mencampur adonan cokelat dengan kacang mede yang membuat coklat Silverqueen terlihat kuat.

Berdasarkan komposisinya, coklat Silverqueen diproduksi dengan beberapa bahan dasar pilihan berkualitas, diantaranya yaitu:

Gula, Kacang Mete, Minyak Nabati, Kakao Massa, Tepung Terigu, Bubuk Kakao,Susu Bubuk, Lemak Kakao,  Beras Kripsi, Pengemulsi (Lesitin Kedelai PGPR), Bubuk Whey, Garam, Perisa Vanili & Antioksida BHT.

Sekitar tahun 1950-an, pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan mengenai Program Benteng. Program tersebut bertujuan untuk membina pengusaha Indonesia, dalam hal ini adalah kelas pengusaha Pribumi – non Tionghoa.

Program tersebut dicanangkan berdasarkan adanya tekanan politis, agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu.

Intinya, para pengusaha pribumi mendapat fasilitas yang lebih baik daripada pengusaha asing yang memiliki usaha di Indonesia. Bahkan, melalui Program Benteng tersebut ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki oleh bangsa Indonesia asli.

Program Benteng tersebut jelas memberi tantangan tersendiri bagi Ming Chee Chuang yang bukan orang asli Indonesia. Ia mengaku tidak mendapat fasilitas yang se-enak orang-orang asli Indonesia yang mendapatkan fasilitas khusus sebagai dampak dari Program Benteng tersebut.

Meski ia tidak mendapatkan fasilitas yang sama seperti orang pribumi, usaha Ming Chee Chuang bukan berarti mengalami kemunduran. Malah pabrik yang tadinya berada di Garut, bisa berekspansi ke Kota Bandung di pertengahan tahun 1950-an.

Kala itu, diadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di tahun 1955 dan Ming Chee Chuang mendapatkan pesanan yang lumayan banyak untuk dihidangkan kepada para tamu undangan dalam acara besar tersebut. Itulah yang membuat Ming Chee Chuang memindahkan pabriknya dari Garut ke Bandung. Dari situ, nama Ming Chee Chuang semakin dikenal sebagai pembuat cokelat yang enak.

Julukan itu bukanlah tanpa alasan dan tanpa bukti. Saking enak dan lezatnya, cokelat buatan Ming Chee Chuang dipuji oleh Presiden Soekarno. Beliau tidak mau makan cokelat selain buatan Ming Chee Chuang.

Menanggapi hal itu, Ming Chee Chuang mengaku hanya meracik cokelat dengan bahan dasar sederhana, tidak ada yang istimewa. Hanya saja cara memainkan temperature alat pemanas cokelat saja yang butuh pengalaman dan keahlian khusus.

Coklat Silverqueen semakin berkembang dan semakin dikenal luas. Ming Chee Chuang pun semakin bertambah usia dan perkembangan perusahaan yang ia miliki harus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Estafet kepemimpinan pun harus diwariskan Ming Chee Chuang kepada anak-anaknya. Ming Chee Chuang mewariskan perusahaan coklat itu kepada John Chuan, anak laki-laki tertuanya.

Kini, John Chuang adlah CEO dari perusahaan yang juga bertugas dalam mengontrol keuangan perusahaan. Serta dibantu oleh adiknya Joseph Chuang yang mendapatkan bagian untuk mengurusi tentang food service dan berbagai urusan dalam pabrik.

Perusahaan coklat Silverqueen semakin berkembang di tangan generasi kedua Ming Chee Chuang. Di tangan anak-anaknya, perusahaan ini mendirikan perusahaan baru bernama Petra Food yang kantor pusatnya terletak di Singapura.

Dari tahun 1987 hingga 1989, perusahaan Ming Chee Chuang semakin naik daun hingga mampu melakukan pengadaan bahan baku yang dilakukan dari Thailand.

Di tahun 1987 pun perusahaan coklat keluarga Ming Chee Chuang ini juga terlibat dalam distribusi merek ketiga di Indonesia dan di tahun berikutnya mereka mampu mengekspansi bisnis di negara Filipina, termasuk dalam pengadaan dan pengolahan cokelat.

Selain itu, perusahaan ini pun mengadakan program kerja sama dengan industrial Jepang. Berbagai merek produk andalan yang kini dikenal luas disamping coklat Silverqueen antara lain adalah Delfi, Ritz, Biskuit Selamat, Chunky, Wafer Briko, Top dan Meises Ceres.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here