Bogordaily.net – Tingginya inflasi global, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional. Saat ini, negara maju seperti Amerika Serikat telah menyentuh angka inflasi hingga 7,5 persen.
negara maju lainnya, Inggris. Kenaikan harga barang dan jasa juga mencapai 5,5 persen dan menjadi yang tertinggi dalam kurun 30 tahun terakhir.
Serangan inflasi bahkan sudah mulai masuk ke negara-negara berkembang seperti Meksiko di 7,1 persen, Brasil 10,4 persen, dan bahkan Turki serta Argentina yang mencapai 50 persen.
“Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat akan tergerus, ini yang harus diwaspadai,” ujar Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, dikutip dari republika, Kamis, 17 Februari 2022.
Secara teknis, inflasi yang tinggi juga akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas.
“Arus modal akan mengalami pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga. Tekanan dari sisi imbal hasil dari surat berharga akan mendorong biaya untuk surat utang negara,” sambungnya.
Di sisi lain, tingginya inflasi dunia akan mendorong pengetatan kebijakan moneter di negara maju.
Rencana tersebut akan menimbulkan komplikasi pada arus investasi serta modal di pasar keuangan negara berkembang. Hal tersebut juga diikuti oleh normalisasi kebijakan lantaran menekan pembelian obligasi dan surat berharga.
“Ini akan menimbulkan respons kenaikan suku bunga, makanya muncul tapering. Kita bicara tentang inflasi dunia yang responsnya adalah tapering, yaitu likuiditas global akan diperketat, interest rate akan naik. Ini akan mulai terjadi di Maret nanti,” ungkap Sri Mulyani.***