Bogordaily.net – Penolakan terhadap wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 kembali mengalir dari elemen akedemisi kampus di seluruh Indonesia atau Aliansi Akademisi Peduli Demokrasi.
Salah satu perwakilan aliansi, Ubedillah Badrun mengatakan, masa depan demokrasi Indonesia kini berada pada titik nadir. Sebab, peluang otoritarianisme semakin terbuka lebar setelah sejumlah elite politik terang-terangan bermanuver untuk mendorong adanya perpanjangan masa jabatan.
Ubedillah menjelaskan, wacana amandemen UUD 1945 kelima menjadi pintu masuk elite politik tidak hanya mengubah aturan mengenai masa jabatan presiden. Ia curiga para elite juga mengubah ketentuam yang membawa Indonesia ke otoritarianisme.
“Sejumlah elite, termasuk pernyataan ketua MPR terakhir, 11 Maret 2022, misalnya, menghendaki agar Pemilu kembali diselenggarakan secara tidak langsung, yang dengan demikian menempatkan kedudukan presiden kembali sebagai mandataris MPR,” demikian kata Ubedillah, diktutip dari RMOL, 16 Rabu 2022.
Menurut Ubedillah, agenda amandemen konstitusi terkait perpanjangan masa jabatan presiden, jelas mengebiri prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Atas beberapa hal itu, aliansi yang kemudian menyebut sebagai Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan menolak semua bentuk upaya untuk mengubah pembatasan masa jabatan presiden.
Selain itu, para akademisi juga menolak adanya amandemen konstitusi untuk tujuan yang bertentangan dengan konstitusionalisme dan demokrasi.
Ketiga, menolak penggunaan hukum dan konstitusi sebagai alat politik untuk melayani nafsu kekuasaan, termasuk nafsu kuasa untuk menunda pemilu.
“Keempat, Menyerukan segenap akademisi, civitas akademika untuk mengambil sikap patriotik untuk mempertahankan prinsip konstitusionalisme, demokrasi dan nilai nilai reformasi Indonesia,” demikian tuntutan para akademisi itu.
Ubedilah Badrun mengakui sejauh ini sudah ada akademisi dari 31 kampus di seluruh Indonesia. Ia mengakui dukungan terus mengalir dari berbagai kampus lainnya.
Pria yang juga pengajar Universitas Negeri Jakarta ini mengatakan bahwa masa depan demokrasi haruslah dikembalikan ke tangan rakyat.***