Monday, 6 May 2024
HomeEkonomiBatu Bara Masih Jadi Energi Paling Murah di Dunia, Kok Bisa? 

Batu Bara Masih Jadi Energi Paling Murah di Dunia, Kok Bisa? 

Bogordaily.net–Di tengah upaya pengembangan pembangkit energi terbarukan, menjadi salah satu energi penting. Komoditas ini masih menjadi sumber energi yang paling murah dibandingkan sumber energi lainnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menerangkan sejauh ini masih terbukti menjadi sumber energi paling murah alias affordable di dunia. juga mampu memenuhi unsur untuk ketahanan energi nasional.

“Ketersediaan ini relatif masih cukup banyak dan dapat diterima. Apalagi dengan perkembangan teknologi pembangkit yang rendah emisi,” ujar Hendra kepada wartawan belum lama ini.

Lebih lanjut, dia menuturkan saat ini menjadi incaran dunia seiring dengan ketidakpastian pasokan minyak dan gas bumi akibat invasi Rusia dan Ukraina. Bahkan, sejumlah negara pengguna gas alam sebagai sumber energi utama mulai mengambil ancang-ancang kembali memakai sebagai energi.

Beberapa di antaranya adalah Italia dan Jerman. Kedua negara ini dikenal menggunakan memilih menggunakan gas sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik. Tingginya harga gas membuat negara itu memilih kembali mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis .

Hendra menilai situasi ini memberikan dampak positif bagi Indonesia. Indonesia kata dia, menjadi salah satu negara penghasil termal terbesar di dunia. Jenis ini digunakan oleh dunia sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi dalam negeri telah mencapai 74,02 juta ton hingga 4 Maret 2022. Jumlah ini setara dengan 11,16 persen dari target yang telah ditetapkan pemerintah yakni 663 juta ton hingga akhir tahun nanti.

Dari jumlah tersebut, batu bara Tanah Air yang telah dijual ke pasar diekspor sebesar 11,14 juta ton dan 18,24 juta ton lainnya diperuntukan bagi industri dalam negeri. Baik bagi pembangkit listrik maupun kebutuhan industri seperti pupuk dan semen.  Sementara sisanya masih dalam proses penjualan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menerangkan pertumbuhan industri batu bara akan meningkatkan kebutuhan pada tenaga kerja. Artinya keberadaan pertambangan fosil ini mampu mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri.

“Kenaikan ini juga akan kembali menghidupkan perekonomian masyarakat dan Pemda, di mana lokasi pertambangan batu bara berada,” katanya.

Sejauh ini, batu bara terus menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar pada subsektor mineral dan batu bara. Tahun lalu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor ini mencapai Rp 75,15 triliun atau 192% dari target. Sedangkan tahun ini diproyeksi sumbangan devisa bagi negara bisa melebihi target tahun lalu.

Adapun terhadap upaya transisi energi, batu bara menjadi salah satu penopang energi terbesar di dalam negeri. Pasalnya transisi energi atau peralihan penggunaan pada pembangkit energi bersih masih pada tahap pengembangan.

Di samping itu, biaya investasi untuk pengembangan energi baru terbarukan terbilang cukup mahal. Kementerian ESDM dalam beberapa kesempatan sempat menyebutkan bahwa investasi yang diperlukan untuk pengembangan EBT mencapai Rp400 triliun dalam 10 tahun ke depan. Asumsi ini mempertimbangkan setelah RUU EBT rampung.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana. (Istimewa/Bogordaily.net)

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi KESDM Dadan Kusdiana sempat menerangkan energi terbarukan pada sektor kelistrikan masih cukup tinggi mencapai US$1 – US$2 juta per Megawatt (MW) EBT.(Gibran)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here