Monday, 29 April 2024
HomeEkonomiId.FoodWatch: Tangkap Penimbun dan Penyelundup Minyak Goreng!

Id.FoodWatch: Tangkap Penimbun dan Penyelundup Minyak Goreng!

Bogordaily.net–Temuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait kebocoran murah yang diduga dijual ke luar negeri mengejutkan banyak pihak. Termasuk . Untuk itu, Koordinator Id.FoodWatch Wawan Leak mendesak pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut.

“Usut tuntas dan tangkap pelaku penimbunan dan penyelundup ,” kata Wawan dalam keterangan pers yang diterima Bogordaily.net, Kamis, 10 Maret 2022.

Koordinator Id.FoodWatch Wawan Leak. (Istimewa/Bogordaily.net)

Inisiator Gerakan Kedaulatan Pangan Nusantara itu menilai polemik yang telah menyengsarakan rakyat.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan terjadi kebocoran murah hasil domestic market obligation atau DMO di tingkat distributor yang menyebabkan harga tertahan tinggi hingga pekan ini.

Kebocoran distribusi itu, kata Lutfi, disebabkan karena harga murah itu sebagian disalurkan ke industri dan diselundupkan ke luar negeri mengikuti harga internasional yang relatif tinggi ketimbang harga jual domestik.

Selain itu, kebocoran distribusi itu juga terjadi pada alur distribusi di tingkat D1 dan D2. Menurut Lutfi masih ada sejumlah spekulan di dalam negeri yang menahan pasokan sembari menunggu pemerintah bakal mencabut kebijakan harga eceran tertinggi atau HET hasil DMO tersebut.

Ada yang menimbun di D1 dan D2 dijual di industri dan menyelundupkan ke luar negeri karena mereka beli murah, ada spekulasi bahwa HET ini akan dicabut .

Kementerian Perdagangan juga melaporkan murah hasil kebijakan DMO sudah mencapai 415 juta liter sejak implementasi 14 Februari 2022. Artinya, ketersediaan murah itu  semestinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 1,5 bulan ke depan.

Tak hanya soal , Id.FoodWatch juga menyoroti ekspor sawit.

Mengutip pernyataan dan keterangan Dirut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Senin 17 Januari 2022 lalu, melaporkan bahwa perolehan dana pungutan eskpor mulai Juli 2015 hingga akhir tahun 2021 total mencapai sekitar Rp139,2 triliun. Artinya, sebagian besar dana sawit 79,04 persen  digunakan untuk kepentingan biodiesel.

Hal menarik adalah pada 2017, menurut Wawan, pungutan ekspor yang diberikan oleh Wilmar Group kepada negara dan dikumpulkan melalui BPDPKS hanya sebesar Rp1,32 trilun, tetapi Wilmar Group menerima subsidi dana sawit sebesar Rp4,16 triliun atau lebih dari 3 kali lipat.

“Ironis, justru negara yang memberikan subsidi kepada perusahaan sebesar Wilmar Group. Yang lebih menarik lagi adalah alokasi subsidi biodiesel pada tahun 2020 naik sembilan kali lipat yakni Rp28 triliun dibandingkan tahun 2019 Rp3,07 triliun. Sedangkan 2021 kembali naik hampir dua kali lipat Rp51,86 triliun,” sambungnya.

Artinya menurut Wawan, sepanjang dua tahun terakhir antara 2020 sampai 2021 subsidi biodiesel dari dana sawit kepada perusahaan biodiesel mencapai sekitar Rp79,86 triliun atau lebih dari 71,6 persen dari total subsidi biodiesel yang telah diberikan pemerintah sepanjang 2015-2021.

“Sebagaimana diketahui, penetapan alokasi penyaluran dana sawit melalui BPDPKS ditetapkan oleh Komite Pengarah yang diketuai oleh Menko Perekonomian RI. Mengapa Pemerintah melalui BPDPKS memberikan alokasi begitu besar kepada perusahaan Biodiesel yang sebenarnya merupakan bagian dari Group perusahaan perkebunan sawit swasta? Apakah ada praktek kongkalikong antara BPDPKS, pengusaha sektor sawit, dan pejabat pemerintah? Tanyakan kepada rumput yang bergoyang,” papar Wawan.

Oleh karena itu pihaknya mendesak adanya transparansi terkait dengan pengumpulan pungutan ekspor sawit bagi group perusahaan biodiesel penerima subsidi dana sawit.

“Usut tuntas adanya dugaan praktek Kongkalikong antara BPDPKS, Pengusaha Sektor Sawit, dan pejabat pemerintah,” pintanya.(Gibran)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here