Bogordaily.net–Petisi siswi muslim yang mendesak penghapusan larangan hijab di sekolah negara bagian Karnataka ditolak Pengadilan India. Dengan demikian, mereka tetap dilarang memakai hijab di sekolah.
Melalui putusannya, Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Karnataka, Ritu Raj Awasthi, menolak lima petisi yang diajukan puluhan siswa. Berdasarkan petisi tersebut, para siswa menegaskan pemakaian jilbab merupakan hak dasar yang dijamin konstitusi India. Pemakaian penutup kepala itu juga praktik penting dalam Islam.
Namun, Ritu Raj Awasthi, menegaskan pemakaian jilbab bukan bagian praktik yang penting dalam keagamaan.
“Formulasi seragam saat ini merupakan pembatasan yang wajar yang tak bisa ditolak pelajar,” demikian kutipan pernyataan seperti dilansir CNN Indonesia dari The Independent.
Pengadilan juga menyatakan, jilbab adalah masalah pakaian dan tak bisa diperlakukan sebagai hal yang fundamental bagi keyakinan Islam.
Menanggapi putusan tersebut, para politikus kubu oposisi, termasuk anggota parlemen India, Asaduddin Owaisi mengkritik keputusan tersebut dan menyebutnya sebagai “penangguhan” hak-hak dasar India.
“Saya tidak setuju dengan keputusan Pengadilan Tinggi Karnataka soal #hijab. Adalah hak saya untuk tidak setuju dengan putusan dan saya berharap para pemohon mengajukan banding ke Mahkamah Agung,” tulis Owaisi di Twitter.
Sementara itu kontroversi larangan jilbab di India bermula pada 28 Desember lalu setelah perguruan tinggi di distrik Udapi melarang pelajar mengenakan jilbab tradisional di dalam kelas.
Enam pelajar kampus tersebut menentang larangan dengan menggelar aksi protes. Mereka duduk di luar kelas dan berdemonstrasi karena tak diizinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Beberapa kampus di negara bagian lain kemudian menerapkan aturan yang sama. Isu tersebut lantas berkembang menjadi pertarungan antara kelompok sayap kanan dan perempuan Muslim yang ingin mengenakan jilbab.
Pengadilan India lalu mengeluarkan perintah sementara pada Februari yang menyatakan siswa tak boleh mengenakan pakaian agama di perguruan tinggi sampai ada putusan soal masalah tersebut.***