Bogordaily.net– Inggris bakal mencabut sanksi dari negaranya terhadap Rusia jika menarik pasukannya dari Ukraina.
Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss, mengatakan tak hanya menarik pasukan, Kremlin juga harus sepakat tak melakukan agresi lebih lanjut di negara eks Uni Soviet agar sanksi dari London bisa berkurang.
“Sanksi seharusnya lepas hanya dengan gencatan senjata dan penarikan penuh, tetapi juga komitmen tak akan ada agresi lebih lanjut,” kata Truss kepada Sunday Telegraph dikutip CNN Indonesia dari AFP, Minggu, 27 Maret 2022.
“Selain itu, ada peluang mendapat sanksi kembali (atau snapback sanction) jika ada agresi di masa mendatang,” sambungnya.
Lebih lanjut Truss mencatat, Rusia menandatangani sejumlah perjanjian tetapi gagal mereka patuhi. Sehingga, ia menyarankan perlu tindakan keras guna menghadapi Moskow.
“Sanksi adalah pengungkit yang keras. Itu pengungkit nyata yang menurut saya bisa digunakan,” katanya.
Selain itu, Truss juga mengupayakan negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina dengan membentuk unit negosiasi khusus dengan pihak Kemlu Inggris.
Ia menegaskan, hal tersebut akan berguna jika memang Rusia betul-betul serius soal negosiasi damai.
“Saya tak percaya mereka serius saat ini. Dan, itulah mengapa saya bilang kami harus berusaha keras untuk meraih perdamaian,” ungkapnya.
Seperti diketahui, sejak invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, Inggris menjatuhkan sederet sanksi. Terbaru, mereka menjatuhkan sanksi ke 1.000 individu dan pebisnis Rusia, termasuk enam bank, perusahaan kereta api Rusia yakni Russian Railways dan perusahaan yang bergerak di bidang pertahanan.
Bila agresi masih terus berlanjut, Truss menyatakan Inggris dan negara sekutu perlu menggandakan sanksi untuk Rusia serta memperbanyak jumlah pengiriman senjata ke Ukraina.
Pernyataan Truss terkait kemungkinan pencabutan sanksi muncul tak lama setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Anthony Blinken, mengatakan hukuman terhadap Rusia tak bersifat permanen dan bisa dicabut, jika Moskow mengubah tindakan. Tindakan Rusia selama ini masih belum berubah sejak pertama melancarkan invasi pada 24 Februari lalu. Mereka terus membombardir Ukraina, dan menyerang area sipil.***