Bogordaily.net–Polda Metro Jaya menetapkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan.
“Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, keduanya ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan.
Keduanya kata Endra akan berlanjut ke pemeriksaan pada Senin, 21 Maret 2022 mendatang.
Haris Azhar selaku Direktur Lokataru dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti pun akan mengajukan praperadilan.
“Jika semua mekanisme internal ini tetap diabaikan atau tak berjalan efektif, kami akan menghadapinya di proses persidangan di pengadilan dan kami akan mengajukan praperadilan,” kata Tim Advokasi untuk Demokrasi, Nurkholis Hidayat dalam konfrensi pers secara daring, dikutip dari Suara.com, Sabtu, 19 Maret 2022.
Nurkholis menjelaskan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya menghentikan kasus dugaan pencemaran nama baik tersebut. Telah dilakukan sejak dimulainya proses penyidikan kasus.
“Kami sebelumnya sudah melakukan permohonan eksaminasi atau review yang bermuara pada permohonan logic kami untuk meminta penghentian kasus ini secara sah, legal. Dan itu kita mintakan ke beberapa institusi, dalam hal ini kepolisian, pengawas internal, dan eksternal penyidik,” ungkapnya.
Pihaknya juga telah meminta ke kejaksaan selaku pengawas penyidik untuk melakukan penelitian mengenai elemen akuntabilitas penyidikan. Hanya saja, belum mendapatkan respons baik — kecuali dari Komnas HAM dan Ombudsman.
“Komnas HAM sudah menyiapkan dan menyampaikan surat dan Ombudsman sudah meminta klarifikasi tambahan,” tambahnya.
Ia menyebut, Haris dan Fatia akan memberikan keterangannya sebagaimana yang sudah disampaikan pada agenda dua kali pemanggilan sebelumnya saat sebagai saksi. Tak hanya itu mereka juga akan memberikan informasi dan dokumen tambahan kepada polisi.
“Tentunya ada informasi-informasi yang akan ditambahkan dan dokumen-dokumen yang akan ditambahkan terkait proses kepentingan tersangka,” sambungnya.
Di tempat yang sama Haris Azhar menyatakan bahwa dirinya dan Fatia secara fisik bisa dipenjara, tetapi fakta yang disampaikan terkait Luhut tidak bisa dipenjara.
“Saya mau bilang begini, badan saya fisik saya dan saya yakin saudara Fatia, kami bisa dipenjara. Tapi kebenaran yang kami bicarakan dalam video itu tidak bisa dipenjara,” kata Haris.
Atas penetapan status tersangka ini, ia menganggapnya sebagai fasilitas negara yang diberikan kepadanya ketika mengungkap sebuah fakta soal konflik kepentingan seseorang dalam posisinya sebagai pebisnis dan pejabat publik.
“Daripada negara sibuk memidanakan kami, lebih baik urus Papua dan saat ini situasi buruk di Intan Jaya terus terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, Fatia mengatakan apa yang dilakukannya dan Haris dalam menyampaikan sesuatu merujuk pada hasil riset organisasi masyarakat sipil.
“Catatan KontraS, dalam beberapa kasus yang kami dampingi, khususnya oleh kekerasan aparat hukum, itu jarang sekali ada yang masuk ke dalam hukum pidana. Memang polanya kekerasanya masih sama,” kata koordinator KontraS tersebut.
Fatia dan Haris pun menyatakan siap memenuhi panggilan polisi dan diperiksa penyidik Polda Metro Jaya pada Senin, 21 Februari 2022 mendatang.
Sementara itu kasus laporan Luhut berawal dari tudingan terhadapnya dalam ‘permainan’ tambang di Blok Wabu, Papua. Dalam percakapan video yang diunggah akun YouTube pribadinya, Haris dan Fatia membicarakan hasil riset terkait konflik ekonomi-politik.
Unggahan video tersebut berujung somasi. Luhut mendatangi SPKT Polda Metro Jaya pada 22 September 2021 untuk melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Dalam laporannya, Luhut mempersangkakan Haris dan Fatia dengan Pasal 45 Juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
“Saya harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya. Jadi saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya sudah (meminta Haris Azhar dan Fatia) minta maaf nggak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum. Jadi saya pidanakan dan perdatakan,” kata Luhut di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu, 22 September 2021 lalu.***