Tuesday, 16 April 2024
HomeEkonomiJika Harga Pertamax Tidak Naik, Ekonom Sebut Beban Pertamina Bertambah

Jika Harga Pertamax Tidak Naik, Ekonom Sebut Beban Pertamina Bertambah

Bogordaily.net merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang tidak disubsidi Pemerintah sehingga dapat mengikuti harga pasar. Dari empat jenis BBM nonsubsidi, memang baru tiga jenis BBM yang harganya sudah disesuaikan, yaitu Petamax Turbo, Pertade, dan Dexlite. Volume penjualannya hanya 3% saja.

Penyesuaian jenis seperti yang telah dilakukan perusahaan lain terhadap produk sejenis dinilai wajar dilakukan PT Pertamina (Persero).

Harga BBM nonsubsidi jenis , yang volumenya sekitar 14%, saat ini dijual Rp9.000 per liter. Harga tersebut sudah bertahan sejak lebih dari dua tahun lalu. Padahal produk BBM sejenis dengan kadar oktan (RON) 92 dari perusahaan lain dijual sekitar Rp11.900-Rp12.990 per liter.

Kepala Ekonomi PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David E Sumual mengatakan untuk menyesuaikan harga , bisa dengan membandingkan dengan pesaing Pertamina. Misalnya produk BBM RON 92, pesaing Pertamina sudah mirip dengan harga market.

dan Pertalite kan tidak dalam posisi harga minyak sekarang,” ujarnya dikutip dari Suara.com, Sabtu, 19 Maret 2022.

Menurut David perbedaan harga – Pertalite dengan harga market sekitar US$20-40 per barel, bergantung pada pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS, yakni saat ini antara Rp14.200-Rp14.400 per dolar AS.

“Harga -Pertalite memang wajar untuk dinaikkan, apalagi produk sejenis dari perusahaan lain sudah dinaikkan,” sambungnya.

Pemerintah melalui Pertamina sudah memutuskan bahwa harga Pertalite masih tetap dipertahankan stabil. Selain Pertalite, harga Solar Subsidi tidak berubah.

Saat ini 83% dari volume BBM yang dijual Pertamina adalah BBM yang disubsidi negara. Sebagaimana barang subsidi pada umumnya, BBM subsidi diperuntukan bagi masyarakat yang kurang mampu, transportasi umum, dan usaha kecil.

Menurut David, volume Pertalite saat ini sudah paling tinggi. Dengan mobilitas masyarakat yang semakin baik, konsumsi Pertalite juga akan terus meningkat.

Dengan volume yang semakin naik, beban yang harus ditanggung Pertamina juga akan semakin besar. Apalagi tanpa ada kenaikan harga yang tidak disubsidi karena dikonsumsi masyarakat mampu.

“Sekali lagi, ini bergantung pada kursnya di berapa, harga minyak global kira-kira berapa? Sedangkan badan usaha lain sudah mengikuti dua variabel utama ini,” katanya.

Terpisah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti  mengatakan disrupsi global akibat pandemi COVID-19 dan invasi Rusia ke Ukraina akan mempersulit posisi neraca energi Indonesia pada 2022.

Sistem stok energi Indonesia dapat terganggu, disebabkan eskalasi yang terjadi belakang ini, kesenjangan antara harga internasional dan domestik.

“Alangkah baiknya, harga domestik mendekati harga internasional, minimal 80-90% dari harga internasional. Ini untuk menjaga keseimbangan agar pasar domestik tetap terjaga dan menghidari kelangkaan supply karena BBM bisa diselundupkan ke luar negeri,” ujarnya.

Meski harga BBM nonsubsidi lebih mahal, lanjut Yayan, pasokan dapat dijaga daripada harga murah tetapi konsumen berbondong-bondong antre. Harga keekonomian ini berfungsi untuk mencari alternatif energi baru dan terbarukan serta mengedukasi masyarakat agar masyarakat menghemat energi minyak yang memang sudah tidak murah lagi.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here