Bogordaily.net – Presiden Joko Widodo meminta seluruh kepala daerah bekerja keras dan secara terpadu mengejar target penurunan prevalensi stunting menjadi kurang dari 14 persen pada 2024 mendatang.
Jokowi menegaskan hal itu saat meninjau program percepatan penurunan stunting di Desa Kesetnana, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Kamis, 24 Maret 2022.
Kunjungan Presiden turut disaksikan seluruh pemangku kepentingan terkait di berbagai wilayah, termasuk insan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat di Jalan Surapati 122 Bandung.
Turut mendampingi Presiden dalam peninjauan tersebut yaitu Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Ketua DPRD TTS Marcu Buana Mbau, dan Wakil Bupati TTS Jhony Army Konay. Adapun Kepala BKKBN Hasto Wardoyo bertindak sebagai pemandu kunjungan Presiden selama di TTS.
Target tersebut, ungkap Presiden, harus menjadi perhatian seluruh pemerintah daerah di Indonesia. “Saya minta seluruh gubernur, bupati, wali kota di seluruh Tanah Air juga akan saya sampaikan hal yang sama bahwa jangan sampai target angka 14 persen itu luput, harus tercapai,” tegas Presiden.
Presiden mengapresiasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting. Menurutnya, kegiatan yang berkaitan dengan stunting seperti pendampingan calon pengantin sebelum menikah harus dikerjakan.
“Karena belum tentu semua pengantin itu tahu. Meskipun punya uang banyak, tapi kalau enggak tahu apa yang harus dilakukan, disiapkan, itu bisa jadi keliru juga,” tambahnya.
Selain itu, Presiden menjelaskan bahwa pemerintah juga akan melakukan intervensi terhadap gizi anak, kondisi rumah, dan ketersediaan air. Intervensi tersebut, lanjut Presiden, perlu dilakukan secara terpadu oleh seluruh pihak agar target 14 persen pada 2024 tercapai.
“Tanpa kerja terpadu dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, dan seluruh masyarakat saya kira sangat sulit mencapai target yang telah kita tentukan,” lanjutnya.
Kabupaten Paling Stunting di Indonesia
Di tempat yang sama, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan kepada Presiden Jokowi permasalahan mengenai stunting yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Kabupaten TTS. Hasto berharap kehadiran Presiden akan memberikan motivasi untuk lebih bekerja keras dalam menurunkan angka stunting di NTT.
“Kami berharap kehadiran Bapak Presiden ini menjadi motivasi bagi kami semua yang ada di NTT dan juga bagi tim percepatan penurunan stunting untuk lebih, kerja lebih keras lagi,” ucap Hasto.
Berdasarkan data BKKBN, Desa Kesetnana menjadi gambaran umum dari 278 desa yang ada di Kabupaten TTS yang memiliki prevalensi stunting tinggi. Bahkan, angka prevalensi stunting di Kabupaten TTS menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencapai 48,3 persen, tertinggi di NTT, bahkan Indonesia.
Lebih jauh Hasto menjelaskan, dipilihnya Kabupaten TTS dalam kunjungan Presiden Jokowi memperlihatkan perhatian penuh pemerintah untuk penanganan persoalan angka stunting yang tinggi di daerah tersebut. Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori “merah”. Penyematan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.
Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen
Sementara sisanya, tujuh kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah. Tidak ada satu pun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.
“Prevalensi stunting 48,3 persen di Kabupaten TTS jika dinarasikan kurang lebih bermakna ada 48 balita stunting di antara 100 balita yang ada di TTS. Secara nasional, Kabupaten TTS menduduki pemuncak nomor satu untuk prevalensi balita stunting di antara 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas. Bahkan, standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO hanya mentoleransi angka prevalensi stunting pada kisaran 20 persen. Artinya, prevalensi stunting di TTS melebihi dua kali standar dari WHO. Dengan kata lain, paling stunting di Indonesia.
Hasto menjelaskan, Kabupaten TTS tidak bisa “berjuang” sendiri, butuh kolaborasi dan konvergensi semua pemangku kepentingan termasuk pelibatan semua komponen masyarakat. Menurut Pemerintah Kabupaten TTS oada 2020 terdapat 37.320 jiwa penduduk miskin ekstrem dari total 455.410 jiwa penduduk. Sementara rumah tangga yang memiliki sanitasi layak baru mencapai 60,04 persen atau 69.602 rumah tangga dan hal ini menjadi penyebab masih rentannya masalah kesehatan di masyarakat.
Hasto yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional berharap Kabupaten TTS mampu menurunkan prevalensi kasus stunting 48,3 persen saat ini menjadi 43,01 persen pada akhir 2022 dan melandai menjadi 36,22 persen pada 2023, sehingga pada 2024 bisa menuju angka 29,35 persen.***