Bogordaily.net–Masyarakat masih sulit mendapatkan minyak goreng di minimarket maupun pasar tradisional. Di tengah kelangkaan tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim produksi minyak goreng berjalan normal, sehingga seharusnya tidak ada kelangkaan.
“Dari fakta yang ada, aktualisasi fakta, dan validasi sudah kita lakukan, ternyata produktivitasnya oke. Artinya, CPO (crude palm oil) sangat oke,” kata Syahrul Yasin Limpo seperti dikutip dari Detik.com, Selasa, 8 Maret 2022.
Syahrul menjelaskan, seharusnya antrean membeli minyak goreng tidak terjadi.
“Minimal tidak lebih kurang dari tahun lalu dan range-nya, kenaikannya sudah kita hitung,” sambungnya.
Kementan kata dia, sudah menyiapkan program untuk sejumlah komoditas sejak tahun lalu. Namun, ada faktor lain di luar perkiraan yang membuat minyak goreng langka.
Sebelumnya diberitakan, minyak goreng masih langka di sejumlah wilayah di Indonesia. Kementerian Perdagangan mengklaim produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan sehingga kelangkaan terhadap produk tersebut seharusnya bisa teratasi paling lambat akhir Maret 2022.
“Persediaan sebenarnya tersedia. Selisih kebutuhan ini sudah mendekati normal. Akhir bulan ini secara teoritis sudah cukup,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Didid Noordiatmoko dilansir dari Suara.com.
Contohnya kata dia, produsen minyak goreng di Sumatera Selatan, saat ini sudah memproduksi 300 ton per bulan atau sudah mendekati kebutuhan daerah ini. Jika pun terdapat selisih diperkirakan hanya 10 persen.
Lalu mengapa kelangkaan minyak goreng ini berlarut-larut? Didid menjawab ini lantaran kompleksnya persoalan dari hulu hingga ke hilir. Pemerintah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng sehingga minyak goreng dapat diperoleh dengan mudah dengan harga yang terjangkau di masyarakat.
Namun muncul persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan barang yakni panic buying. Karena kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, kata Didid membuat masyarakat membeli melebih kebutuhan ketika mendapatkan kesempatan.***