Friday, 18 April 2025
HomeBeritaPrajogo Pangestu, Dulu Sopir Angkot Kini Jadi Bos Energi hingga Perkayuan

Prajogo Pangestu, Dulu Sopir Angkot Kini Jadi Bos Energi hingga Perkayuan

Bogordaily.net– menjadi konglomerat yang disegani di Indonesia pada zaman Presiden Soeharto. Kini namanya jarang terdengar sebagai salah satu sosok orang terkaya Indonesia.

Saat ini Prajogo menjadi taipan Indonesia yang menduduki urutan nomor 5 orang terkaya di Indonesia, menurut Forbes. Hartanya per Maret ini, menjadi US 5,7 miliar atau setara Rp81,5 triliun (kurs Rp14.300/dolar AS).

Angka itu naik dari jumlah tahun lalu yang mencatat harta Prajogo sebesar US$ 5,4 miliar atau setara dengan Rp77,2 triliun.

Di balik kesuksesannya, siapa sangka pria kelahiran 13 Mei 1944 di Sambas, Kalimantan Barat ini dulunya hanya seorang sopir angkutan kota (angkot). Bahkan, sebagaimana dilansir dari Detik.com, Prajogo diketahui hanya lulusan sekolah menengah pertama (SMP).

Prajogo merupakan putra seorang pedagang karet ini memiliki kisah panjang dalam merintis kariernya. Ia hanya lulusan SMP karena kondisi keuangan keluarganya yang tidak memadai.

Kemudian, Prajogo berpikir untuk mencari pekerjaan. Sempat mengadu nasib ke Jakarta, tetapi belum berbuah hasil yang baik kembalilah dia ke kampung halaman.

Saat kembali, Prajogo bekerja menjadi sopir angkot. Dalam catatan detikcom yang mengutip dari CNBC, Prajogo mengawali karirnya di dunia bisnis pada tahun 1960an. Nasibnya pun berubah saat bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia, Bon Sun On tau Burhan Uray.

Seiring hal tersebut, nasib Prajogo juga berubah. Pertemuan dan hubungannya dengan Burhan Uray membuat Prajogo akhirnya memiliki karir di PT Djajanti Group pada 1969.

Burhan lalu mengangkat Prajogo menjadi general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara, Gresik, Jawa Timur setelah tujuh tahun kemudian.

Dikutip Forbes, setahun berkarier di PT Djajanti Group, memulai bisnis kayu pada akhir 1970-an. Saat itu ia mencoba pinjaman dari bank dan membeli CV Pacific Lumber Coy yang kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan. Kemudian perusahaannya berganti menjadi PT Barito Pacific Lumber.

Lalu perusahaannya go public pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayunya pada tahun 2007.

Gurita bisnis Prajogo tidak hanya di industri perkayuan, bisnisnya meluas berkembang luas di bidang petrokimia, minyak sawit mentah, hingga properti.

Buktinya seperti pada 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70 persen dari perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

Kemudian pada 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia. Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021. Mereka disebut akan memulai mengembangkan situs petrokimia kedua pada 2022.

Prajogo baru-baru melakukan gebrakan dengan membeli 33,33% saham Star Energy dari BCPG Thailand seharga US$ 440 juta atau sekitar Rp6,29 triliun (kurs Rp 14.300/dolar AS). Kabarnya, ia membeli saham Star Energy itu ini melalui salah satu perusahaan swasta yang dimiliki, Green Era.

Prajogo memiliki saham di Star Energy sebesar 66,6%. Oleh sebab itu, melalui akuisisi 33,33% saham Star Energy tersebut, kini Prajogo mempunyai kepemilikan penuh atas Star Energy yang memiliki tiga proyek panas bumi di Indonesia.***

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here