Bogordaily.net– Sebuah video memperlihatkan seorang balita laki-laki berinisial GI (3) makan kertas, viral di media sosial. Aksi bocah yang tinggal di Kampung Bulak Sukadana, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi itu pun menyedot perhatian.
Video viral tersebut salah satunya diunggah akun @bekasi_24_jam. Dalam postinganya, si bocah sangat lahap makan kertas dan selalu mengatakan kertas memiliki rasa seperti daging. Kedua orang tua GI seolah tak mampu berbuat apa apa untuk menghalau keinginan sang anak.
Dalam video yang diposting itu tampak balita bertubuh tambun dengan mengenakan atasan kaos berwarna biru tengah asyik memakan kertas warna putih di depan rumahnya.
Ada pula beberapa orang dewasa yang menyaksikan perilaku tak biasa tersebut dan hanya mampu tersenyum.
Kertas itu dirobek si bocah, lalu robekan kertas itu dimasukkan ke mulutnya dengan lahap. “Usia 3 tahun ajaib sekali,” ucap pria dalam video itu.
Namun postingan video viral bocah tersebut dianggap tak tepat bagi banyak warganet.
“Please deh pak bu, ini bukan keajaiban, ini kebiasan buruk yang membahayakan anak tersebut,” tulis salah seorang warganet.
“Wow sekalian aja kasih pulpen dan penghapus biar bakteri di dalam perut bisa belajar menulis,” timpal warganet lain.
“Coba kalau dicegah gak akan makan kertas orangtuanya diem aja,” kata yang lainnya.
Sementara itu Pipit Setiawati, ibu dari GI mengatakan anaknya itu sudah memakan benda tak lazim sejak berusia satu tahun.
GI awalnya gemar memakan sandal berbahan karet.
“Sandal banyak yang buntung, begitu saya perhatikan, bocah ini makan sandal. Jadi, sempat saya larang, namanya sandal itu, marah dia,” kata Pipit.
Saking sukanya memakan sandal, Pipit sampai lima kali membeli alas kaki baru itu dalam sebulan.
Lalu menginjak usia dua tahun, GI mulai menyukai memakan benda tidak lazim lainnya, seperti kertas dan kardus. GI bahkan dalam tiga hari GI bisa menghabiskan satu buku tulis.
Kondisi ekonomi yang sulit membuatnya berharap kepada pemerintah bisa membantu  agar si anak bisa dibawa berobat.
“Pengin, biar saya tau dalemnya (kondisi tubuh pencernaan) dia itu berpengaruh atau enggak, kalo ke sanakan juga harus pake uang pak, suami cuma bekerja di tambak, saya di rumah gini aja gak ngapa-ngapain hanya ibu rumah tangga,” kata Pipit.
Pihak keluarga juga sempat konsultasi ke bidan disekitar wilayah tempat tinggalnya, dan mendapatkan arahan untuk keras melarang aktivitas tersebut.
“Bidan ngelarang keras buat gak usah diginiin, karena bisa ganggu pencernaan,” kata Pipit.
Pihak keluarga juga terus memperhatikan kondisi GI dengan melakukan tindakan larangan, tetapi sampai saat ini belum berhasil karena GI selalu mengamuk jika dilarang.
“Saya sempat larang, diambil lah gitu nggak boleh, tidak mau dia mas, malah ngamuk sampai biru, nangis juga sampe gak ada suaranya mau makan itu tetep,” ungkapnya.
Tak hanya makan kertas, GI juga diketahui memakan sandal dan kerikil.
“Iya dia makan kayak orang makan pencuci mulut gitu, itu udah pasti dia makan karena kalo dia bangun tidur yang dipinta ya kertas harus itu, gak cuma kertas, ada kerikil, bahkan baru-baru ini stereform” jelasnya.
Lalu apa kata psikolog terkait kebiasaan GI? Menurut Alzen Masykouri selaku Psikolog anak dan remaja, GI menderita gangguan pica.
“Pada konteks psikologi, perilaku memakan benda-benda yang bukan makanan seperti kertas, kerikil, atau materi lainnya disebut Gangguan Pica,” ujarnya dilansir Suarabekaci.id, Rabu, 23 Maret 2022.
Gangguan pica kerap kali diderita anak – anak. Secara umum, gangguan tersebut juga disebabkan oleh kurangnya zat atau unsur tertentu dalam tubuh seseorang.
“Diperlukan pemeriksaan menyeluruh, baik secara medis dan psikologis untuk mengetahui penyebabnya dan cara mengatasinya,” kata Alzen.
Menanggapi video viral tersebut, perlunya perhatian dari orang tua mengenai pemeriksaan medis dan psikologis untuk penanganan ny.
“Disarankan agar anak tersebut menjalani pemeriksaan medis dan psikologis secara menyeluruh di rumah sakit,” sarannya.
Menurut Alzen, gangguan tersebut juga bisa disembuhkan apabila mendapatkan penanganan yang intens.
“Jika ditangani dengan tepat, dan orangtua konsisten dalam penanganan nya, insyallah perilaku Pica dapat diatasi,” ujar Alzen.***