Bogordaily.net – Dema UIN Suka (Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga) Yogyakarta mendeklarasikan tolak Radikalisme dan Terorisme di kampus UIN Suka Yogyakarta.
Deklarasi ini berisi pernyataan yang menolak dan mengecam segala tindakan Intoleransi, Terorisme, dan Radikalisme di seluruh PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) di Indonesia.
Deklarasi dirangkai dengan kegiatan Semnas (Seminar Nasional) bertema ‘Urgensi Moderasi Beragama Dalam Mencegah Paham Radikalisme di Lingkungan PTKIN’ yang diselenggarakan oleh Dema UIN Suka Yogyakarta, di Gedung Teatrikal FEBI (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam) UIN Suka Yogakarta, di Jalan Laksda Adisucipto, Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta, baru-baru ini.
Semnas yang dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Suka Yogakarta Dr. Abdur Rozaki, S.Ag., M.Si. ini menghadirkan narasumber Rektor UIN Suka Yogakarta Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A., Kasubdit Bhabinkamtibmas Ditbinmas Polda DIY (Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta) AKBP Sinungwati, S.H., M.IP., Deputi VII BIN (Badan Intelijen Negara) DIY Dr. Wawan Hari Purwanto yang memaparkan materi ‘Pentingnya Peran Mahasiswa Dalam Pencegahan Gerakan Radikalisme dan Terorisme di Dalam Kampus’, dan Direktur Analisis dan Penyelarasan BPIP RI (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia) Prof. Dr. H. Agus Moh Najib, M.Ag. yang menyampaikan materi ‘Konsep Wasathiyah Islam’.
Syaidur Rahman Al Huzaify selaku Presiden Mahasiswa dan Ketua Dema UIN Suka Yogyakarta didampingi Febiola Sri Suci Rahayu selaku Ketua Panitia Semnas menuturkan, kegiatan semnas merupakan salah satu bentuk kongrit kontribusi dari Dema UIN Suka Yogyakarta kepada pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.
“Ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah masuknya paham-paham Radikal, Intoleran, dan Terorisme, baik itu di lingkungan kampus, sekolah, maupun masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 April 2022.
Pasalnya, pada awal tahun 2022 (hingga bulan Maret) Densus 88 telah menangkap 56 teroris. Hal tersebut tentunya sangat memprihatikan dan cukup memberikan gambarkan kepada kita bahwa kelompok-kelompok garis keras masih tetap tumbuh subur dan berkembang biak di wilayah Indonesia.
“Untuk meredam hal tersebut diperlukan partisipasi dari berbagai elemen termasuk segenap civitas akademica kampus termasuk mahasiswa. Salah satunya Dema UIN Suka Yogyakarta yang bekerja sama dengan Polda DIY memberikan edukasi dan pengertian kepada rekan-rekan kalangan mahasiswa untuk menjaga dan membentengi diri serta lingkungan dari paham-paham Intoleran, Radikal, dan Terorisme,” ungkapnya.
“Kita semua ingin agar berbagai kejadian Terorisme, Radikalisme dan Intoleransi dapat diminimalisir di wilayah Indonesia dan tercipta situasi Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) yang kondusif,” imbuhnya.
Para mahasiswa di UIN Suka Yogyakarta dan PTKIN, kata Syaidur, diajak untuk menjadi benteng menjaga kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Salah satunya yaitu dengan cara menerapkan moderasi beragama. Karena mahasiswa dengan bekal intelektual yang lebih harusnya bisa menerapkan dan mentransformasikan moderasi beragama.
Mahasiswa sebagai agent of change, lanjut Syaidur, harusnya bisa menjadi inkubasi atau berada di garis depan moderasi beragama di Indonesia. Apalagi dengan posisi Indonesia yang terdiri dari enam agama dan berbagai suku bangsa.
Karena itu Syaidur mengharapkan banyak hal bisa dihasilkan melalui seminar ini. Para peserta seminar dibekali pengetahuan tentang bahayanya Intoleransi, Radikalisme, hingga Terorisme terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai bangsa.
Keynote speaker (pembicara utama) semnas, Prof. Al Makin menyampaikan, untuk mewujudkan moderasi beragama tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Namun harus bersama-sama. Dengan cara membangun relasi dengan agama lain, kelompok lain, dan etnis lain.
“Moderasi beragama jangan terjebak dalam kumpul-kumpul seagama yang sejenis, seorganisasi, bahkan sedaerah, lantas mengklaim bahwa dirinya seorang yang moderat,” ucapnya.
Menurut Prof. Al Makin, moderat itu artinya berkumpul dari berbagai golongan. Kalau sama persis dari satu golongan agama tertentu, apalagi masih satu daerah, ditambah seorganisasi, dan dari kelompok yang sama, maka itu perlu dikaji ulang, karena belum mencerminkan pluralisme (keberagaman) dan kemajemukan dalam konsep moderasi beragama.
Sementara itu, AKBP Sinungwati mengimbau kepada segenap mahasiswa UIN Suka Yogyakarta dan PTKIN se-Indonesia untuk terus mengedepankan rasionalitas dan logika sehat dalam membentengi diri dan membendung Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme. Ideologi negara kita, Pancasila, sangat menekankan terciptanya kerukunan antarumat beragama.
“Mahasiswa yang belajar, berkembang dan tumbuh di lingkungan akademisi seharusnya bisa memposisikan dirinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa dan bisa menjadi agen perubahan di tingkat keluarga, lingkungan tempat tinggal, komunitas, dan kampus. Mahasiswa diharapkan mampu menyebarkan hal-hal positif untuk menguatkan imunitas masyarakat terhadap Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme,” katanya.
AKBP Sinungwati menjelaskan, sebagai negara yang plural dan multikultural, konflik berlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia.
“Kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmonis, dan damai,” tambahnya.
Oleh sebab itu, diperlukan moderasi beragama untuk mengubah cara pandang masyarakat dalam beragama secara moderat. Yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama tidak secara ekstrem.
“Maka, salah satu cara menangkal paham Intoleran, Radikal, dan Terorisme adalah dengan jalan memilih dan memilah informasi yang beredar sehingga bisa membedakan antara hoaks (kabar bohong) dengan berita yang sesuai fakta. Dan, saling menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat,” tambahnya.***